BI Direkomendasikan Tahan Suku Bunga 4,75% Setelah Dipangkas Lima Kali Tahun Ini
Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 pada siang ini. Sejumlah ekonom menyarankan BI masih bisa menahan suku bunganya di level 4,75% setelah lima kali melakukan pemangkasan pada tahun ini.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia alias (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan BI masih perlu menahan suku bunganya. Hal itu karena ada potensi kenaikan inflasi.
“Indonesia saat ini menghadapi tekanan inflasi dan kemungkinan akan meningkat menjelang musim liburan akhir tahun mendatang,” kata Riefky, Rabu (22/10).
Riefky menjelaskan, inflasi umum melonjak menjadi 2,65% secara tahunan pada September 2025. Peningkatan inflasi ini didorong oleh kenaikan harga pangan volatil yang disumbangkan oleh cabai merah dan ayam broiler.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga secara agresif memangkas suku bunga acuan. Belum lagi dengan dan program pembiayaan kuasi pemerintah.
“Tanda-tanda dominasi fiskal telah dirasakan baik oleh investor, yang memicu arus keluar modal dan depresiasi rupiah yang cepat,” ujar Riefky.
Ruang Jeda BI Masih Terbuka
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan BI pada bulan ini masih cenderung mempertimbangkan untuk kembali memangkas suku bunga acuannya.
“Pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis poin ke 4,5%,” kata Josua.
Namun, Josua mengatakan masih ada ruang jeda bagi BI untuk mempertahankan suku bunganya. Terlebih jika tekanan pasar keuangan kembali meningkat menjelang keputusan The Fed.
Josua mengatakan tingkat kebijakan BI saat ini berada jauh di atas inflasi inti yang relatif stabil sehingga suku bunga riil tetap tinggi. Dengan selisih lebih dari 2% terhadap perkiraan inflasi inti tahun depan, ruang pelonggaran masih tersedia tanpa mengorbankan tujuan menjaga daya beli.
Di sisi lain, ada kenaikan inflasi pada September 2025 terutama berasal dari kelompok pangan yang bergejolak. Sementara inflasi inti tidak menunjukkan lonjakan sehingga risiko harga dari sisi permintaan masih terkendali.
Dari sisi pertumbuhan, transmisi pelonggaran mulai terasa melalui perbaikan likuiditas perbankan setelah penempatan dana pemerintah. “Ini membantu bank menurunkan ketergantungan pada dana mahal. Namun, sinyal kegiatan domestik belum kuat karena kepercayaan konsumen pada September turun ke titik terendah hampir empat tahun,” ujar Josua.
Jika BI memilih untuk mempertahankan suku bunga, Josua mengatakan tujuannya kemungkinan untuk mengelola ekspektasi pasar mendekati FOMC. Selain itu jug menunggu tekanan arus keluar benar-benar mereda.
“Jeda tidak berarti siklus pelonggaran berakhir,ini lebih merupakan upaya menata ritme agar penurunan suku bunga tidak memicu interpretasi yang keliru,” kata Josua
