Prabowo Izinkan Pemda Pinjam ke Pemerintah Pusat, Ekonom Ingatkan Risiko Utang
Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat. Aturan ini membuka peluang bagi pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memperoleh pinjaman dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, sejumlah ekonom menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam menjalankan kebijakan ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta menetapkan batasan yang jelas agar tidak mendorong daerah menambah utang secara berlebihan.
“Ini agar daerah tidak terdorong mengikuti tren menambah utang,” kata Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, kepada Katadata.co.id, Rabu (29/10).
Syafruddin menegaskan, pemerintah perlu menerapkan prinsip golden rule dengan memastikan pinjaman hanya digunakan untuk pembiayaan aset produktif, khususnya yang dapat meningkatkan kapasitas layanan publik.
“Pinjaman ini dilarang untuk belanja rutin. Wajibkan checklist ready to finance sebagai syarat mutlak, tetapkan sunset clause proyek, serta sediakan jalur koreksi cepat bila progres meleset dari target,”
ujarnya.
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kebijakan pinjaman dari APBN bisa memberikan manfaat apabila kualitas belanja pemerintah daerah tetap terjaga.
“Kualitas belanjanya bagus itu misalnya sebagian utangnya lari ke sektor produktif yang kemudian memberikan multiplier effect ekonomi yang jelas,” kata Tauhid.
Tauhid menambahkan, pemerintah pusat perlu memastikan tujuan pinjaman benar-benar untuk kegiatan produktif.
“Jangan sampai pinjaman ini digunakan hanya untuk cash management. Misalnya untuk mengatasi pendapatan asli daerah (PAD) yang belum masuk atau tambahan nonhonorarium PPPK,” ujarnya.
Kemenkeu Masih Hitung Batas Pinjaman
Kemenkeu memastikan aturan baru ini memberikan dasar hukum bagi pemda untuk mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat. Namun, besaran batas pinjaman masih dalam tahap perhitungan.
“Jadi masalah besaran (batas pinjaman) yang nanti kita hitung sesuai dengan permintaan yang ada,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, di Jakarta, Selasa (28/10).
Dalam beleid tersebut, pemerintah mengatur bahwa pinjaman hanya diberikan untuk mendukung kegiatan pembangunan atau penyediaan infrastruktur, pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif atau modal kerja, serta program lain yang sesuai dengan kebijakan strategis pemerintah pusat.
Pemberian pinjaman juga harus memperhatikan kemampuan keuangan negara dan pengelolaan risiko sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku masih akan mempelajari detail pelaksanaan aturan yang mulai berlaku sejak 10 September 2025 tersebut.
“Nggak tahu ini ada bentuk surat utang atau gimana, saya akan pelajari lebih dalam lagi. Kalau utang kan bisa jangka panjang, atau dia mau tutup saja untuk utang jangka pendek,” kata Purbaya di Gedung Kemenkeu, Selasa (28/10).
