Dirjen Pajak Ungkap Ada Penunggang Gelap Restitusi Pajak, Ini Modusnya
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengungkapkan modus penyalahgunaan pemanfaatan fasilitas restitusi pajak. Restitusi merupakan proses pengajuan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara.
“Kami menemukan ada penunggang gelap di restitusi pendahuluan,” kata Bimo dalam sebuah acara di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Bali, Selasa (25/11).
Fasilitas restitusi pendahuluan selama ini diberikan untuk mempercepat arus kas bagi wajib pajak yang patuh. Namun, menurut dia, fasilitas ini memiliki celah dan dimanfaatkan sejumlah wajib pajak untuk mengambil keuntungan.
Bimo mengatakan Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan penindakan terhadap praktik tersebut. Setelah ditelusuri, modus yang kerap kali dilakukan yakni tidak berdasarkan transaksi sesungguhnya alias TBTS. Modus ini digunakan dengan membuat transaksi dan aktivitas usaha yang tidak nyata untuk mengajukan restitusi pajak.
“Jadi ini fiktif. Kami ingin yang memang betul-betul patuh atau eligible untuk pengembalian pendahuluan yang diberikan (restitusi),” katanya.
Anjloknya Harga Komoditas
DJP mencatat restitusi pajak saat ini meningkat bahkan membuat penerimaan negara secara neto turun. Bimo mengatakan modus penunggang gelap bukan satu-satunya yang menyebabkan peningkatan restitusi pajak.
Anjloknya harga komoditas, khususnya batu bara, juga turut berkontribusi. “Lalu yang paling menyebabkan tingginya restitusi adalah perubahan kebijakan ketika batu bara itu dijadikan barang kena pajak,” kata Bimo.
Ditjen Pajak mencatat restitusi pajak hingga Oktober 2025 mencapai 36,4% secara tahunan. Angka ini menunjukan restitusi pajak sudah naik menjadi Rp 340,52 triliun dari periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 249,59 triliun.
