Revisi UU P2SK: Mandat BI Diperluas untuk Dukung Sektor Riil
Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengusulkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Namun usulan yang sudah disetujui dalam rapat paripurna pada Oktober 2025 itu menuai sorotan.
Salah satunya mengenai perluasan mandat Bank Indonesia (BI) yang tidak lagi hanya bertanggung jawab dalam membuat kebijakan moneter. Perannya akan diperluas untuk mendukung sektor riil.
Dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK, peran BI sudah ditambah dalam Pasal 7. Selain menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem pembayaran, bank sentral juga bertanggung jawab dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kini dalam draf revisi UU P2SK yang sudah diharmonisasi, ketentuan pada Pasal 7 turut diubah. BI masih memiliki mandat untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Mandat ini ada di Pasal 7 ayat (1).
Namun dalam draft revisi UU P2SK Pasal 7 ini diselipkan poin tambahan kedua. “Bank Indonesia dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kebijakan dan bauran kebijakan Bank Indonesia yang dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja,” bunyi Pasal 7 ayat (2) draf RUU P2SK hasil harmonisasi, dikutip Selasa (2/12).
Dalam bagian penjelaskan tertulis Bank Indonesia melakukan sinergi dengan kebijakan fiskal dan sektor riil pemerintah untuk mendorong lingkungan ekonomi yang kondusif. Khususnya bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, antara lain melalui terwujudnya iklim investasi, digitalisasi, daya saing ekspor, produktivitas sektor riil, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pengembangan ekonomi inklusif dan hijau.
DPR juga menyisipkan satu pasal yakni Pasal 57A yang terdiri dalam dua ayat. Ayat (1) berbunyi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia melaksanakan program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif.
Lalu ayat (2) menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Nantinya RUU P2SK ini akan dibahas oleh DPR dan pemerintah dalam bentuk daftar inventarisasi masalah (DIM). Pihak eksekutif dan legislatif akan membahas setiap poin pasal perubahan pada rancangan RUU tersebut.
Alasan DPR Revisi UU P2SK
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal sebelumnya mengatakan pembahasan RUU P2SK akan selesai tahun ini. "Karena memang amanat keputusan Mahkamah Konstitusi dan itu melibatkan salah satunya adalah kami harus membahas anggarannya LPS," kata Hekal saat ditemui di Kabupaten Tabanan, Bali, Kamis (21/8).
Sebab, menurut Hekal, aturan soal penganggaran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus sudah diselesaikan sebelum digunakan tahun depan. Selain itu, pembahasan soal peran Bank Indonesia (BI) juga masuk ke dalam revisi UU P2SK.
Ia menerangkan, meski dalam pembahasan itu juga membuka ruang diskusi penambahan peran BI, namun independensi BI tetap tidak akan diutak-atik. "Kalau independensi BI-nya itu enggak kami utak-atik," ujarnya lagi.
Adapun revisi UU P2SK berawal dari tindak lanjut putusan MK Nomor 85/PUU-XXII/2024 yang mengoreksi pasal terkait LPS.
Dalam aturan saat ini, anggaran LPS ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Namun, sesuai tafsir MK, LPS sebagai lembaga independen seharusnya memiliki mekanisme penganggaran yang ditetapkan oleh DPR, setara dengan BI dan OJK.
Selain itu, frasa “penyidik tunggal” yang sebelumnya menempatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya penyidik di sektor keuangan, juga akan disesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
