Menilik Katalis Jumbo Pendongkrak Pasar Modal hingga Prospek Ekonomi RI 2026
Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan ekonomi hingga pasar modal Indonesia bakal menguat pada 2026. Ia bahkan memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diramal akan terus mencatatkan kenaikan.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menyebut kenaikan pasar modal bakal didorong berbagai faktor salah satunya ruang penurunan suku bunga. Menurutnya pondasi utama pasar keuangan adalah prospek ekonomi.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 5,1–5,2%, meningkat dari estimasi tahun ini 5,0–5,1%, sentimen terhadap pasar keuangan dinilai tetap solid.
“Berarti kan dari sisi IHSG ya kinerja dari corporate earnings, dari listed companies pun juga terus akan membaik,” ucap Josua dalam Permata Institute for Economic Research (PIER) di Jakarta, Kamis (4/12).
Selain itu Josua juga menyebut faktor global juga akan sangat berpengaruh. Meski sentimen global tak bisa diprediksi, apabila kondisinya terus membaik, dana asing juga bakalan ramai masuk ke pasar Indonesia. Menurutnya hal ini berlaku baik di pasar obligasi maupun pasar saham.
Ia juga mengatakan pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh ekspektasi terhadap suku bunga Bank Indonesia. Menurut Josua pasar obligasi juga diperkirakan menarik bagi investor jika inflasi terjaga dan fiskal pemerintah.
“Jadi kami melihat bahwa secara keseluruhan, nilai tukar rupiah pun tetap akan terkendali dalam range yang fundamentalnya, Rp 16.200-Rp 16.400 di tahun depan,” kata Josua.
Lebih jauh ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III 2025 mencapai 5,04% dan masih sejalan dengan rata-rata pertumbuhan satu dekade terakhir di kisaran 5%. Kinerja ini didorong oleh kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang pro-pertumbuhan, meski perekonomian global dihantui ketidakpastian seperti perang dagang serta arah kebijakan suku bunga The Fed.
Meski momentum pertumbuhan diperkirakan menguat secara moderat pada 2026, pekerjaan rumah pemerintah yakni menjaga keseimbangan antara dorongan pertumbuhan dan stabilitas makro.
Dari sisi global, harga energi terus menurun sepanjang 2025, sementara komoditas pertanian menguat seiring permintaan yang tetap solid. Pada 2026, ekonomi dunia diproyeksikan melambat, terutama dipicu perlambatan ekonomi Tiongkok di tengah meningkatnya tensi dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Permata Institute for Economic Research (PIER) memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada Desember 2025, kemudian bakal turun lagi sebesar 25 bps menjadi 3,50% pada 2026.
“Ke depannya, komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak, batu bara, dan nikel diperkirakan melemah pada 2026, sedangkan harga Crude Palm Oil (CPO) naik moderat mengikuti konsumsi yang stabil,” katanya.
