Kemenkeu Telah Salurkan Dana Rp 268 M ke Daerah Terdampak Bencana Sumatra
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyalurkan anggaran penanganan bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Seluruh instrumen fiskal dioptimalkan untuk mendukung tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Telah disalurkan bantuan presiden melalui dana kemasyarakatan presiden, sudah tersalurkan Rp 268 miliar untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk tiga provinsi dan 52 kabupaten/kota yang terdampak bencana,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis (18/12).
Suahasil menjelaskan, dari total angka tersebut, sebanyak Rp 4 miliar untuk setiap kabupaten dan kota di tiga provinsi. Lalu Rp 20 miliar diberikan untuk setiap provinsi terdampak bencana di Sumatera.
“Ini masuk ke APBD masing-masing provinsi dan kabupaten/kota tersebut,” ujarnya.
Kemenkeu Tambah Rp 1,6 Triliun dari DSP
Selain dari dana kemasyarakatan Presiden, pemerintah juga menggunakan anggaran lain untuk penanganan bencana di Sumatera. Salah satunya yang bersumber dari Dana Tanggap Darurat atau Dana Siap pakai (DSP) yang disiapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Jadi BNPB selalu memiliki stok cadangan belanja untuk yang sifatnya bencana-bencana alam,” kata Suahasil.
Untuk DSP 2025 yang dialokasikan untuk tiga provinsi terdampak, Kemenkeu menambah DSP sebanyak Rp 1,6 triliun. Begitu juga dengan Dana Cadangan Bencana yang masih tersedia Rp 2,97 triliun dari pagu 2025 yaitu Rp 5 triliun yang siap ditambah jika dibutuhkan.
Lalu untuk 2026 terdapat DSP yang siap disiagakan dalam waktu dua pekan ke depan hingga Rp 250 miliar. Begitu juga dengan Dana Cadangan Bencana Rp 5 triliun yang dapat digunakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah terdampak bencana.
APBN untuk Bangun Daerah Terdampak
Suahasil menjelaskan, APBN juga dimanfaatkan untuk pembangunan kembali daerah terdampak. Cara pertama yakni relaksasi penyaluran dana transfer ke daerah (TKD) untuk 2025 sebesar Rp 2,25 triliun dan pada 2026 mencapai Rp 43,8 triliun.
Kedua, dengan restrukturisasi pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah dan pinjaman pendukung. Restrukturisasi ini dapat digunakan untuk penundaan pembayaran kewajiban dan perpanjangan jangka waktu pinjaman hingga 15 tahun. Begitu juga dengan penghapusan sebagian kewajiban untuk infrastruktur rusak berat yang dibiayai dari pinjaman.
Ketiga, percepatan klaim asuransi Barang Milik Negara (BMN) oleh kementerian dan lembaga yang mengasuransikannya. Keempat, penyaluran pooling fund bencana oleh BPDLH sebesar Rp 250,4 miliar.
Lalu kelima, khusus 2026 ada estimasi kebutuhan anggaran Rp 51 triliun. “Ini dipenuhi dari pemanfaatan alokasi repriotisasi 2026 dan pemanfaatan anggaran infrastruktur kementerian dan lembaga dan Inpres Infrastruktur 2026 dan diprioritaskan di tiga daerah terdampak,” kata Suahasil.
