Geliat Ekonomi Negeri Tanah Emas di Bawah Aung San Suu Kyi
Sejumlah orang asyik membidikan kamera telefon genggamnya di atas jembatan penyebrangan Sule Pagoda Road, sebuah sudut di pusat kota Yangon, Myanmar. Meski hari itu mendung menggelayut, aktivitas di lokasi yang berada tepat di jantung kota tersebut selalu ramai. Maklum, tempat itu merupakan salah satu lokasi favorit penduduk setempat dan wisatawan untuk berfoto karena sangat dekat dengan Pagoda Sule, salah satu Pagoda terbesar di Myanmar.
Sejak tumbangnya rezim militer, Myanmar kini semakin terbuka. Para pelancong dari luar negeri semakin banyak mengunjungi negeri yang lama berada di bawah kekuasaan junta militer ini. Investor asing juga mulai melirik untuk menanamkan dananya.
Namun, krisis kemanusiaan atas minoritas Rohingya yang terjadi belakangan ini di negara bagian Rakhine telah memukul pemerintahan Suu Kyi. Kunjungan wisatawan asing menurun drastis. Dampaknya, sejumlah lokasi wisata yang biasanya ramai di kunjungi turis kini sepi.
Di runut ke belakang, Myanmar sebagai negeri yang baru membuka diri menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik di ASEAN. Pariwisata menjadi salah satu andalah pendapatan bagi negara yang dijuluki sebagai Tanah Emas ini.
Menurut Bank Dunia, pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita Myanmar telah meningkat dari $ 193,2 pada 2000 menjadi $ 1.195,5 pada dua tahun lalu. Walaupun, angka pertumbuhan ini masih termasuk yang terendah di ASEAN. Perubahan politik di Myanmar disebut-sebut menjadi penggerak ekonomi negara ini.
Investor mulai menanamkan modalnya di sejumlah proyek infrastruktur. Pembangunan gedung baru perlahan terlihat, meski tidak massif. Sejumlah hotel banyak berdiri. Jika dahulu wisatawan kesulitan mencari penginapan, kini hal itu tak terjadi lagi.
Namun tidak semua berjalan mulus. Investor asing mengkritik pemerintah yang menunda Undang-Undang Perusahaan Baru, serta gagal mengatasi lemahnya perubahan infrastruktur dan peraturan yang mereka harapkan akan ditangani tahun lalu. Investor lokal juga kehilangan kepercayaan akan reformasi ekonomi dan menyalahkan kurangnya arahan dari National League for Democracy (NLD), partai yang telah dua setengah tahun memegang kekuasaan.
“Perekonomian sangat lambat. Pemerintah tidak tahu cara menangani masalah ini. Mereka perlu mendengarkan saran dari para ahli,” kata U Than Lwin, penasihat senior untuk Kanbawza Bank Ltd dan mantan wakil gubernur Bank Sentral Myanmar. “Mereka tidak memilih orang-orang tepat untuk mengisi posisi yang tepat,” tambahnya.
Donang Wahyu|KATADATA
Wisatawan berfoto dan menikmati senja diatas jembatan penyebrangan orang yang terletak diatas perempatan Jalan Sule Pagoda dengan latar belakang pemukiman penduduk dan proyek kontruksi di Yangon, Myanmar. Akibat krisis kemanusiaan atas minoritas Rohingya yang terjadi di negara bagian Rakhine, kunjungan wisatawan asing menurun drastis.
Donang Wahyu|KATADATA
Seorang biksu menikmati pemandangan sore dari atas jembatan penyebrangan di pusat kota yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Supir taksi menanti penumpang di pinggir jalan kota Yangon, Myanmar. Berkurangnya kunjungan wisatawan asing ke Myanmar membuat pendapatan supir taksi mengalami penurunan.
Donang Wahyu|KATADATA
Wisatawan dan mayarakat lokal menanti di pinggir jalan untuk menyebrang di pusat kota yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Cecilia, wisatawan asal Argentina menikmati perjalanannya menggunakan kereta melingkar (circular train) yang melayani trayek mengelilingi Yangon, Myanmar. Akibat krisis kemanusiaan Rohingya yang terjadi di negara bagian Rakhine kunjungan wisatawan asing menurun drastis.
Donang Wahyu|KATADATA
Suasana keseharian di stasiun dan diatas kereta melingkar (circular train) yang melayani trayek mengelilingi Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Masyarakat banyak mengadalkan transportasi umum, seperti kereta untuk mengangkut hasil bumi. Circular train atau kereta melingkar menjadi moda transportasi wisata yang banyak dimanfaatkan oleh wisatawan asing untuk melihat dan merasakan keseharian masyarakat Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Seorang pria muslim melintas saat hendak melaksanakan shalat Jumat di pusat kota Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Wisatawan asing berfoto di area Pagoda Shwedagon Myanmar. Akibat krisis kemanusiaan Rohingya di negara bagian Rakhine, kunjungan wisatawan asing menurun.
Donang Wahyu|KATADATA
Umat Budha berdoa di Pagoda Shwedagon Myanmar. Mayoritas penduduk Myanmar merupakan pemeluk agama Budha.
Donang Wahyu|KATADATA
Fotografer menunggu pelanggan di Pagoda Shwedagon Myanmar. Sepinya kunjungan wisatawan memangkas pendapatan.
Donang Wahyu|KATADATA
Burung-burung merpati hinggap di antara proyek pembangunan gedung di pusat kota Yangon, Myanmar. Perlahan-lahan investor mulai menanamkan investasinya di sejumlah proyek infrastruktur.
Donang Wahyu|KATADATA
Pekerja asing menanti angkutan umum di pusat kota yangon, Myanmar. Sejumlah proyek infratruktur asing perlahan-lahan mulai beroperasi. Investor asing mengkritik pemerintah karena menunda Undang-undang Perusahaan Baru, serta gagal mengatasi lemahnya perubahan infrastruktur dan peraturan yang mereka harapkan akan ditangani tahun lalu.
Donang Wahyu|KATADATA
Perlahan-lahan investor mulai menanamkan investasinya di sejumlah proyek infrastruktur.
Donang Wahyu|KATADATA
Poster Aung San Suu Kyi di sebuah toko buku di Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Wisatawan berfoto dan menikmati senja di atas jembatan penyebrangan orang yang terletak di atas perempatan Jalan Sule Pagoda dengan latar belakang premukiman penduduk dan proyek kontruksi di Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Pemukiman penduduk di pusat kota Yangon dari atas gedung bertingkat di Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Pejalan kaki melintas didepan Pagoda Sule di Yangon, Myanmar.
Donang Wahyu|KATADATA
Burung merpati dan gagak beterbangan diatas Yangon Central Station, Yangon, Myanmar.