
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Foto: Kisah Generasi Terakhir Nelayan Sabira di Kepulauan Seribu
Harga dan hasil tangkapan ikan yang tak menentu karena faktor alam, serta kesejahteraan nelayan yang tak kunjung membaik, menyebabkan nelayan Sabira berkurang. Terus menurunnya minat anak-anak muda menjadi anak buah kapal (ABK) pun memperparah kondisi.
“Mereka lebih memilih bekerja merantau di Jawa maupun pulau-pulau lainnya,” kata Ali Kurniawan, ketua RW setempat. Kini nelayan-nelayan yang tersisa di Sabira terpaksa mencari ABK hingga Lampung, Jawa, bahkan Sulawesi. Di sisi lain, adanya tawaran menggiurkan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membuka lowongan pekerjaan pelayanan publik, membuat masyarakat Sabira mulai melirik alternatif lain.
Pendapatan tetap setara upah minimum rata-rata (UMR) Jakarta atau sekitar Rp 4,4 juta per bulan membuat para nelayan dan ABK beralih bekerja di Dinas Perhubungan, misalnya. Atau juga ke Dinas Lingkungan Hidup, Petugas Penanganan Prasarana Umum (PPSU), Satuan Polisi Pamong Praja, hingga Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik.
Salah satu nelayan yang tersisa, Nur Ali (45) pesimistis profesi nelayan yang menjadi "DNA" masyarakat Bugis di Sabira akan bertahan bila kondisinya belum membaik. Bisa jadi, Nur Ali dan segelintir nelayan lain yang tersisa menjadi generasi terakhir yang mewarisi darah pelaut nenek moyangnya. “Saya pun tidak ingin anak-anak melanjutkan profesi saya sebagai nelayan yang penghasilannya tidak menentu,” kata dia.
Oleh karena itu, Nur menyekolahkan salah satu anaknya ke Madrasah Aliyah Negeri di Jakarta Utara dan salah satunya lagi di perguruan tinggi di Malang, Jawa Timu agar kehidupan keluarga mereka dapat membaik kelak. “Biar pahitnya bekerja di lautan cukup orang tua yang rasakan, anak-anak kami jangan,” kata Nur Ali.

AntaraFoto|Aditya Pradana Putra
Foto lanskap udara Pulau Sabira, pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Sejumlah warga keturunan Suku Bugis melaut di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

AntaraFoto/Aditya Pradana Putra
Sejumlah warga keturunan Suku Bugis melaut di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

AntaraFoto/Aditya Pradana Putra
Sejumlah nelayan keturunan Suku Bugis menagkap ikan menggunakan ban karet di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

AntaraFoto|Aditya Pradana Putra
Seorang nelayan keturunan Suku Bugis menagkap ikan menggunakan ban karet di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

AntaraFoto|Aditya Pradana Putra
Hasil tangkapan ikan dari wilayah perairan di laut dekat Pulau Sabira, sebuah pulau paling utara yang berada di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hari demi hari jumlah nelayan di Sabira terus berkurang, Sebelum tahun 2000-an dermaga dipenuhi 55 kapal nelayan, tetapi kini jumlahnya tak lebih dari 15

AntaraFoto/Aditya Pradana Putra
Sejumlah nelayan keturunan Suku Bugis merapikan jaring ikan susai malaut di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.

AntaraFoto|Aditya Pradana Putra
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), yang merupakan warga Pulau Sabira membersihkan air laut menggunakan jaring ikan di pulau paling utara di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pendapatan tetap setara upah minimum rata-rata (UMR) DKI Jakarta atau sekitar Rp4,4 juta per bulan membuat para nelayan dan ABK beralih bekerja di Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, Petugas Penanganan Prasarana Umum (PPSU), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga Sistem Pengolahan Air Limbah Domest

AntaraFoto/Aditya Pradana Putra
Petugas Dinas Perhubungan (Dishub) yang merupakan warga Pulau Sabira menunggu kapal penumpang di dermaga pulau paling utara di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pendapatan tetap setara upah minimum rata-rata (UMR) DKI Jakarta atau sekitar Rp4,4 juta per bulan membuat para nelayan dan ABK beralih bekerja di Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, Petugas Penanganan Prasarana Umum (PPSU), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik.

AntaraFoto/Aditya Pradana Putra
Sejumlah warga keturunan Suku Bugis melaut di peraian dekat pulau paling utara di Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Hampir seluruh warga pulau tersebut merupakan Suku Bugis, suku asli Pulau Sulawesi yang sebenarnya terletak lebih dari 1.000 kilometer dari DKI Jakarta.
Reporter: Muhammad Zaenuddin
Editor: Muchamad Nafi