Indonesia dan Cina Akan Segera Merasakan Dampak Perang di Ukraina

Gabriel Wahyu Titiyoga
29 April 2022, 07:00
Duta Besar Ukraina Vasyl Hamianin
Katadata

Vasyl Hamianin menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan tentang kabar dirinya dan warga Ukraina. Menurut Duta Besar Ukraina untuk Indonesia itu, hampir setiap hari dia mendapatkan pertanyaan serupa dari banyak orang yang ditemuinya. "Saya tak tahu bagaimana menjawabnya," kata Hamianin.

Saat itu adalah hari ke-56 sejak militer Rusia melancarkan agresi ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Serangan udara dan bom membuat berbagai kota di Ukraina porak-poranda. Hamianin sesekali membaca dan mengetik cepat di ponselnya. Di tengah karut-marut perang yang melanda negerinya, Hamianin terus berkomunikasi dengan koleganya.

Hamianin mengaku selalu cemas setiap bangun tidur lalu membaca berita-berita tentang kondisi di Ukraina. "Banyak kawan, keluarga, dan kolega saya di sana yang terancam," ujarnya.

Laporan Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari itu menyebutkan 2.224 orang, 174 di antaranya adalah anak-anak, tewas akibat serangan militer Rusia. Lebih dari 2.800 orang terluka.

Lembaga itu memperkirakan jumlah korban bisa lebih banyak mengingat sulitnya memperoleh informasi, terutama dari wilayah yang dilanda pertempuran. Menurut laporan Kementerian Dalam Negeri Ukraina, ada lebih dari 2.700 orang tewas.

Hamianin mengatakan rakyat dan militer Ukraina terus melawan agresi Rusia. Salah satu hasilnya adalah kapal perang Rusia, Moskva, hancur dan tenggelam di perairan Laut Hitam. Menurut Hamianin, peristiwa itu menjadi hal penting bagi rakyat Ukraina. "Pertama, kapal itu dinamakan Moskva atau Moskow," katanya. "Kedua, itu kapal perang terbesar Rusia di Laut Hitam dan salah satu yang terbesar di seluruh armada laut Rusia," ujar duta besar yang bertugas di Indonesia sejak Juli 2021 lalu. 

Menerima Katadata di ruang kerjanya di Jakarta, Rabu (20/4), Hamianin menjelaskan dampak invasi Rusia di Ukraina dan bagaimana dukungan terus mengalir untuk negaranya. Dia menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebagai penjahat perang. “Semakin banyak negara yang bersuara dan melakukan sesuatu, kian cepat perang ini selesai."

 

Kapal perang Rusia, Moskva, tenggelam di Laut Hitam. Apa dampaknya terhadap upaya Ukraina melawan agresi Rusia?

Kapal Moskva hancur, terbakar, dan tenggelam. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, mungkin setidaknya dalam seratus tahun terakhir. Kejadian itu menjadi pukulan besar bagi Rusia. Kapal itu seharusnya bertugas melindungi seluruh armada Rusia dari serangan misil, bom, dan apa pun. Ini kemenangan besar militer Ukraina melawan armada Rusia.

Bagi kami, peristiwa itu simbol kemenangan penting. Pertama, kapal itu dinamakan Moskva atau Moskow. Kedua, itu kapal perang terbesar Rusia di Laut Hitam dan salah satu yang terbesar di seluruh armada laut Rusia.

Jika dibandingkan dengan kekuatan militer darat, kapal itu mungkin setara dengan beberapa batalion. Sekitar 300-500 orang di kapal itu tewas atau hilang, belum lagi banyak misil, kanon, sistem pertahanan udara yang hancur.

Bukankah kapal itu sebelumnya juga terlibat dalam serangan di salah satu pulau milik Ukraina?

Ya, di awal gelombang invasi Rusia ke Ukraina, kapal itu yang mendekati salah satu pulau kami, Pulau Ular. Tentara kami melawannya. Kini kapal itu malah tenggelam. 

Sebelum kejadian itu, Kantor Pos Ukraina menerbitkan perangko bergambar kapal itu dan seorang tentara Ukraina dengan gestur menantangnya. Pagi hari diumumkan perangko itu resmi dijual, malam harinya kapal itu dilaporkan hilang. Saya tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Itu sangat mengejutkan. 

Bagi warga Ukraina, kejadian tersebut juga menunjukkan bahwa kami bisa mengalahkan musuh. Peristiwa itu juga menunjukkan kelemahan militer Rusia. 

Sayangnya, saya rasa warga Rusia tidak mendapatkan informasi yang utuh atau kebenaran tentang kejadian ini.

Sudah lebih dari 50 hari invasi Rusia berlangsung. Bagaimana rakyat Ukraina bisa menghentikan krisis ini?

Bukan kami yang memulai perang. Saya tak akan pernah memakai istilah "krisis" untuk perang ini. Yang terjadi di Ukraina adalah krisis kemanusiaan akibat serangan militer Rusia dan ulah tentaranya terhadap rakyat sipil Ukraina.

Militer Rusia memblokade kota Mariupol. lebih dari 50 hari rakyat di sana bertahan tanpa makanan, air, listrik. Mereka dikepung dan dibom setiap hari. Kami mengantisipasi puluhan ribu orang tewas akibat serangan bom dan misil.

Rusia tidak memberi koridor aman untuk evakuasi penduduk. Ada lebih dari seribu orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, yang bertahan hidup di dalam pabrik baja Azovstal di sisi selatan. Setiap saat mereka diserang dan tak bisa keluar dari sana.

Apa akan ada negosiasi dengan Rusia?

Setelah apa yang mereka lakukan selama lebih dari 50 hari di Mariupol, saya rasa tidak akan ada lagi negosiasi damai. Tentara Rusia harus dihancurkan dan itu akan terjadi di Ukraina.

UKRAINE-CRISIS/MARIUPOL
Serangan militer Rusia menghancurkan gedung-gedung di kota Mariupol, Ukraina. (ANTARA FOTO/REUTERS/Alexander Ermochenko/WSJ/sad.)

 Bagaimana perang ini mempengaruhi hubungan rakyat Rusia dan Ukraina?

Perang yang dilancarkan Rusia, penyiksaan dan pembunuhan warga sipil Ukraina, membuat bangsa Ukraina akhirnya membenci dan tidak mau menerima apa pun yang berhubungan dengan Rusia.

Banyak warga Ukraina memiliki keluarga dan teman di Rusia. Ketika perang meletus, mereka berusaha berkomunikasi dengan kenalannya di Rusia, mencari tahu bagaimana responnya. Namun kebanyakan warga Rusia mengaku tak tahu apa yang terjadi dan menganggap perang itu hanya operasi militer biasa.

Ada pula yang menyebut pembunuhan warga Ukraina oleh tentara Rusia sebagai kebohongan seperti di film Hollywood. Banyak orang Rusia tidak peduli dengan kejadian di Ukraina bahkan ada yang mendukung keputusan Putin.

Semua itu adalah reaksi mayoritas rakyat Rusia.

Bukankah ada juga banyak orang Rusia yang memprotes serangan ini?

Tidak juga, paling cuma ratusan atau ribuan orang. Untuk negara dengan populasi 142 juta jiwa, apa ada pengaruhnya kalau yang bersuara cuma seribu orang? Itu tidak cukup. Ibarat menjatuhkan setetes air di lautan, tidak ada gunanya.

Memang ada sejumlah warga Rusia mencoba melakukan protes. Mereka datang ke alun-alun membawa kertas bertuliskan “setop perang” atau “jangan ada perang”. Mereka malah ditangkap, sementara warga lainnya justru mengerumuni dan menyumpahi mereka. Mereka yang melakukan protes dianggap meremehkan tentara Rusia dan harus ditangkap. Inilah yang terjadi dengan aksi protes di Rusia.

Sekarang banyak warga Ukraina bicara blak-blakan bahwa perang ini membuat mereka akan menolak apa pun yang berhubungan dengan Rusia, termasuk bahasa, literatur, film, musik, lukisan. Semuanya.

Kami tak menginginkan segala hal yang datang dari Rusia, bahkan anak-anak juga bicara hal yang sama. Anak-anak saya juga menyatakan hal serupa. Padahal saya tak pernah melarang mereka berbicara dengan bahasa Rusia. Mereka sebelumnya menggunakannya ketika bercakap-cakap dengan teman-temannya di Rusia.

Jadi, inilah akhir Rusia di Ukraina. Menurut saya, segala hal yang berhubungan dengan Rusia akan dihapus dari peta Ukraina.

Rusia menyebut salah satu alasan menyerang Ukraina karena tidak ingin negara Anda menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Benarkah Ukraina akan bergabung dengan NATO?

Soal NATO, presiden kami sudah jelas menyatakan tidak menentang status netral, kami menerima netralitas. Tidak masalah bagi Ukraina akan menjadi anggota NATO atau tidak.

Di sisi lain, NATO tidak pernah memberi prospek kami akan bergabung dengan mereka. NATO bahkan tidak pernah menjanjikan Ukraina akan menjadi anggota NATO, misalnya, selepas 20 tahun. Mereka hanya menyatakan pintunya selalu terbuka. Tidak ada janji, tidak ada rencana aksi.

Arah kebijakan politik Ukraina, seperti diplomasi dan strategi kebijakan luar negeri, memang menuju integrasi Eropa-Atlantik dan pada akhirnya menjadi anggota NATO dan Uni Eropa. Ini ada di dalam konstitusi. Namun, presiden menyatakan hal itu bisa diubah, bukan masalah besar.

Hal itu bisa diubah lewat referendum sehingga rakyat bisa memilih, lalu dibahas di parlemen. Ukraina adalah negara demokratis. Ketika konstitusi diubah, kami bisa menjadi negara netral. Tidak apa-apa.

Namun sebelum semua itu dilakukan, kami butuh jaminan keamanan. Sebab satu-satunya tujuan menjadi anggota NATO adalah mendapatkan perlindungan dari musuh kuat potensial. Bagi negara-negara NATO, satu-satunya musuh saat ini adalah Rusia.

Bagaimana dengan negara-negara Eropa lain yang memutuskan bergabung dengan NATO?

Saya memahami negara-negara yang dulu berada di blok sosialis, seperti Polandia, Republik Cek, dan negara-negara Baltik seperti Estonia, Latvia, dan Lituania langsung mendekat ke NATO setelah sistem sosialis dan Uni Soviet runtuh. Mereka menyadari satu-satunya pelindung terhadap agresi Rusia, seperti yang terjadi saat ini, adalah NATO.

Saya tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan Estonia dan Latvia jika mereka tidak bergabung di NATO. Apa yang berlangsung di Ukraina sekarang bisa terjadi kapan saja di negara mana pun yang bukan anggota NATO.

Seperti apa relasi NATO dan Rusia selama ini?

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...