Pasar Aset Kripto dan Kesenjangan

Sugeng Triwibowo
Oleh Sugeng Triwibowo
27 Mei 2022, 10:45
Sugeng Triwibowo
Katadata

 

Kecepatan perkembangan pasar aset kripto perlu diwaspadai, terutama dari aspek potensi ancamannya terhadap sistem keuangan. Meskipun pangsa pasar aset kripto masih relatif kecil jika dibandingkan dengan aset keuangan global, kapitalisasi pasar aset kripto telah melonjak 3,5 kali lipat menjadi US$2,6 triliun sepanjang 2021.

Keterhubungan antara pasar aset kripto dan sistem keuangan memiliki risiko sistemik terhadap stabilitas sistem keuangan. Volatilitas harga aset kripto yang tinggi meningkatkan efek rembetan dari risiko pasar kepada sektor keuangan dan sektor ekonomi lainnya.

Sulitnya pasar mengevaluasi nilai fundamental aset kripto menyebabkan pembentukan serta pergerakan harga yang terjadi semata-mata akibat dari spekulasi. Akibatnya, volatilitas harga aset digital tersebut ekstrem. Ini merupakan konsekuensi alami dari karakteristik bawaan aset kripto yang tidak memiliki nilai intrinsik, nihil aspek fungsionalitas serta aset acuan (underlying asset).

Dari sisi yang lain, derasnya aliran dana menuju pasar kripto mendorong inefisiensi alokasi sumber daya dengan menambah alternatif instrumen yang tersedia di pasar, yang patut diduga memiliki daya ungkit (leverage) rendah terhadap produktifitas perekonomian yang merupakan elemen penting yang diperlukan untuk mewujudkan kesejahteraan jangka panjang.

Di Indonesia, jumlah pemegang aset kripto telah mencapai lebih dari 11 juta investor pada 2021 atau tumbuh lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Investor aset kripto didominasi oleh kelompok usia milenial dan generasi Z. Jumlah tersebut cukup mencengangkan karena jumlah investor di pasar modal saja hanya sekitar 7,5 juta pada 2021. Perkembangan ini diduga didorong oleh kesenjangan (gaps) fundamental yang diperparah oleh dampak pandemi Covid-19 yang secara bersamaan menciptakan ladang subur bagi perkembangan pasar aset kripto.

Kesenjangan pertama adalah kesenjangan kinerja antara sektor riil dan sektor keuangan. Dampak pandemi Covid-19 tidak merata antarsektor ekonomi. Langkah-langkah kebijakan untuk menekan penyebaran Covid-19 sangat berdampak pada sektor-sektor yang banyak melakukan kontak fisik, seperti ritel, restoran dan hotel, transportasi, dan infrastruktur. Diskoneksi antara sektor riil dan keuangan kian parah.

Kinerja sektor riil yang buruk menyebabkan premi risiko lebih tinggi dan menghambat investasi di sektor ini. Sementara itu, dukungan kebijakan moneter yang masif untuk mengatasi dampak pandemi melalui penurunan suku bunga acuan dan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) telah mendorong harga aset keuangan naik.

Kebijakan moneter ini memperlebar perbedaan antara imbal hasil dari aset keuangan dan investasi sektor riil yang menarik investor mengalihkan portofolio mereka ke instrumen keuangan serta aset lain, yaitu komoditas dan aset tidak berwujud lainnya seperti aset kripto, sebagai akibat efek limpahan (spillover effect) dari sektor keuangan.

Lebih lanjut, paket stimulus pemerintah untuk menjaga daya beli yang disertai dengan kecenderungan belanja rumah tangga yang lebih rendah selama masa pandemi, ekses likuiditas akibat kebijakan moneter, dan kecenderungan menahan keputusan investasi pada masa penuh ketidakpastian selama krisis akibat pandemi menyebabkan likuiditas yang disimpan pada sistem perbankan melonjak.

Halaman:
Sugeng Triwibowo
Sugeng Triwibowo
Kepala Sub Bidang Pengembangan Keuangan Inklusif

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...