Investasi Konversi Energi Besar, tapi Penting Jaga Planet Ini

Gabriel Wahyu Titiyoga
5 Juli 2022, 13:34
Febriany Eddy
Katadata

 

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak 2020 membuat PT Vale Indonesia Tbk mengubah pola kerjanya. Sebagian besar karyawannya, termasuk mereka yang berada di lokasi penambangan nikel di Sulawesi diminta bekerja dari rumah. “Ada beberapa ribu karyawan dan kontraktor yang bekerja dari rumah, termasuk mereka yang berisiko tinggi karena penyakit bawaan,” kata Chief Executive Officer PT Vale Indonesia Tbk. Febriany Eddy.

Sistem bekerja dari rumah itu dilanjutkan meski tekanan pandemi berkurang setelah dua tahun. Kantor Vale di Jakarta pun lengang karena para pekerjanya hanya datang dalam kondisi tertentu. Meski demikian, bisnis dan operasional Vale selama pandemi tidak banyak terganggu. “Bahkan tahun lalu produksinya sedikit di atas target,” ujar Febriany.

Naiknya harga nikel dunia ikut mendorong pendapatan Vale bertambah. Pada kuartal I 2022, Vale membukukan laba bersih sebesar US$ 67,6 juta. Jumlah laba ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 33,7 juta.

Ekspansi bisnis Vale berlanjut dengan membangun fasilitas peleburan dan pemurnian nikel (smelter) baru di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Sejak April lalu Vale berkolaborasi dengan perusahaan tambang asal Cina, Zhejiang Huayou Cobalt Company, mengembangkan smelter yang sanggup mengolah hingga 120 ribu ton nikel per tahun itu. “Target konstruksi selesai dalam tiga tahun,” kata Febriany dalam wawancara dengan Katadata pada Selasa (7/6).

Ditemui di sela-sela agenda rapat dengan mitra kerja di kantornya pada Selasa (7/6) lalu, Febriany memaparkan kondisi dan perubahan yang terjadi di perusahaannya selama pandemi, rencana penurunan emisi karbon, dan pembangunan lingkungan berkelanjutan di area sekitar pertambangan nikel Vale.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak dua tahun lalu mengubah pola kerja industri, termasuk di sektor pertambangan. Bagaimana Vale Indonesia beradaptasi dengan kondisi ini?

Salah satu nilai terpenting bagi perusahaan adalah lives matter most, keselamatan karyawan adalah prioritas. Kami punya crisis management team yang langsung diaktifkan begitu ada krisis. Tetap saja tidak ada yang bisa memprediksi pandemi ini. Meski demikian, dengan budaya disiplin yang ada, kami mampu beradaptasi lebih baik.

Hal pertama yang dilakukan adalah memilah siapa yang perlu bekerja di lapangan dan di rumah. Mengurangi jumlah karyawan yang masuk bekerja berarti bisa mengurangi risiko penularan jika ada virus. Kedua, kami langsung mengaktifkan work from home. Cukup banyak, ada beberapa ribu karyawan dan kontraktor yang bekerja dari rumah.

Bagi karyawan dan kontraktor yang punya risiko tinggi karena penyakit bawaan, mereka harus stay di rumah. Dari sisi pendapatan, tetap kami jaga sehingga mereka bisa tetap hidup sehingga tidak ada gangguan sosial nantinya.

Ada kolaborasi dengan pihak lain?

Pandemi ini krisis yang berbeda. Perusahaan, masyarakat, dan pemerintah harus bekerja sama. Tim kami bekerja erat dengan satuan tugas Covid-19 pemerintah. Vale meningkatkan fasilitas rumah sakit kami, menambah ruang-ruang isolasi, hingga mendatangkan rapid test kit yang didonasikan ke masyarakat. Kami juga berkolaborasi dengan pemerintah supaya vaksinasi berjalan lancar dan baik.

Syukur alhamdulillah selama dua tahun ini bisnis dan operasional kami tidak banyak terganggu. Lumayan lancar. Ini memang tantangan tapi juga kesempatan bagi kami untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana kami berbenah diri.

Tekanan pandemi mulai longgar belakangan ini. Apakah sistem kerja Vale kembali normal?

Hal-hal baik yang muncul selama pandemi kami adopsi hingga sekarang. Misalnya, bekerja dari rumah yang memberikan fleksibilitas kepada karyawan kami, terutama kaum perempuan dan para ibu. Di kantor di Jakarta sudah tidak 100 persen harus masuk kantor. Tentu tetap ada yang perlu masuk kantor untuk koordinasi jika diperlukan saja. Mau bekerja offline atau online, komunikasi harus terus berjalan.

Produksi Vale tahun lalu sedikit di atas target dan sekarang harga nikel sedang naik. Bagaimana untuk mengoptimalisasi produksi?

Kami menentukan target produksi itu tidak tergantung pada harga nikel. Ketika harga nikel naik, produksi di-maximize, kalau harganya rendah, produksi diturunkan. Tidak seperti itu. Kami melihatnya dari aspek maintenance peralatan. Ketika dia harus shut down, ya berarti harus di-shut down. Ini demi keselamatan.

Menentukan target itu dari shut down schedule, termasuk main planning sehingga tercapai target produksi. Jadi tidak terpengaruh dengan harga. Tentu ketika harga bagus, kalau bisa lebih optimasi lagi produksinya akan lebih baik.

Kami juga ada program debottlenecking di rangkaian produksi yang melibatkan banyak sekali alat dengan kapasitas masing-masing. Kami kaji mana saja dari rangkaian peralatan yang perlu diperbaiki atau di-upgrade. Dengan perubahan kecil, bukan massive upgrade, bisa meningkatkan produksi. Ini berjalan dengan baik dengan displin keseharian untuk menopang rencana jangka panjang.

Pada April lalu Vale bersepakat dengan Zhejiang Huayou untuk membuat smelter baru di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Bagaimana perkembangannya?

Di Indonesia, bijih nikel disebut laterit yang terdiri dari dua kelompok, yaitu saprolit dan limonit. Saprolit ini yang high grade. Diprosesnya dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), juga dipakai pabrik kami di Soroako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kebanyakan pabrik di Indonesia menggunakan RKEF untuk mengolah saprolit.

Pabrik kami di Pomalaa nanti menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Berbeda dengan RKEF yang high energy intensive, teknologi HPAL ini menggunakan proses kimia sehingga bisa memproses bijih nikel berkadar rendah. Nanti optimalisasi sumber daya nikel bisa lebih bagus, karena nikel low grade yang selama ini terbuang bisa dipakai.

Kapan smelter baru ini beroperasi?

Saat ini proses konstruksi awal sudah dimulai. Pelabuhan sudah jadi dan jalan sedang dirapikan. Beberapa negosiasi untuk akses jalan, termasuk pembelian lahan, sedang berlangsung. Tujuan kami bermitra dengan Hoayou ini supaya cepat konstruksinya. Target konstruksi bisa selesai dalam tiga tahun.

Berbeda dengan plan terdahulu di Pomalaa, untuk teknologi smelter Hoayou dari nikel low grade itu pun masih bisa turun lagi. Jadi di kelas laterit, yang lebih rendah lagi, bisa diproses. Sehingga lebih banyak optimalisasi penggunaan sumber daya nikel yang bisa dicapai.

Karena itu, kami bersepakat bahwa target produksi bisa naik tiga kali lipat. Kalau dulu 40 ribu ton, nanti bisa mencapai 120 ribu ton.

Tidak lagi menggunakan batu bara sebagai sumber energi smelter?

Hoayou sepakat dengan prinsip keberlanjutan yang selama ini diterapkan Vale di fasilitas di Soroako. Itu akan dibawa ke Pomalaa juga. Kalau bisa lebih baik lagi. Mereka bersedia untuk tidak menggunakan batu bara. Untuk sumber energi, saat ini dikaji beberapa opsi. Yang jelas, kami ingin rendah emisi karbon.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...