Fraksi Demokrat dan PKS Tolak RUU Ciptaker karena Merugikan Pekerja

Happy Fajrian
4 Oktober 2020, 11:51
ruu ciptaker, omnibus law, ketenagakerjaan, tenaga kerja, pekerja
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Sejumlah buruh dari berbagai konfederasi mengikuti aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/9/2020). Dalam aksinya para buruh dari 62 konfederasi tersebut menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dinilai merugikan buruh dan berpihak pada kepentingan investor, serta berencana akan melakukan aksi mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020.

Fraksi Partai Demokrat (F-Demokrat) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law untuk disahkan menjadi undang-undang (UU) pada pengambilan keputusan tingkat I di Gedung DPR, Jakarta, Sabtu (3/10) malam.

"Pembahasan RUU Ciptaker tidak perlu terburu-buru. Kami menyarankan dilakukan pembahasan lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan," ujar anggota Baleg dari F-Demokrat, Hinca Pandjaitan.

Advertisement

Dia menjelaskan ada tiga catatan kritis F-Demokrat terkait RUU Ciptaker. Pertama, soal ketidakadilan di ketenagakerjaan, seperti prinsip no work no pay oleh pengusaha karena upah dibayar berdasarkan satuan waktu kerja per-jam.

Aturan mengenaik hak istirahat pekerja selama dua hari dalam sepekan juga dihilangkan karena 40 jam dalam satu pekan dikembalikan dalam perjanjian kerja.

"RUU ini juga mengandung sistem easy hiring but easy firing, misalnya ketentuan mengenai pekerja kontrak dan outsourcing yang dilonggarkan secara drastis juga menyebabkan pekerja kesulitan mendapatkan kepastian hak untuk menjadi pekerja tetap,” ujarnya.

Catatan kedua terkait sektor lingkungan hidup dan pertanahan. Pada aspek lingkungan hidup Hinca mengatakan F-Demokrat menilai RUU Ciptaker memberikan kemudahan syarat pembukaan lahan untuk perusahaan di berbagai sektor dan pengadaan lahan di bawah lima hektare.

RUU Ciptaker juga mengkhawatirkan bagi sektor pertanahan karena melegalkan perampasan lahan sebanyak dan semudah mungkin untuk Proyek Prioritas Pemerintah dan Proyek Strategis Nasional yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada swasta.

"Padahal untuk wilayah perkotaan padat penduduk seperti Jakarta, Surabaya dan lainnya, luas lima hektare dapat ditinggali oleh ratusan kepala keluarga. Akibat pengaturan ini, penggusuran paksa dengan skala kecil sangat mudah dilakukan pemerintah daerah," katanya.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement