Ubah Strategi, RI akan Lebih Ofensif Lawan Kampanye Hitam Sawit

Happy Fajrian
7 Februari 2021, 12:07
kampanye hitam sawit, minyak kelapa sawit, cpo,
ANTARA FOTO/FB Anggoro
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau.

Pemerintah akan mengubah strategi dalam melawan kampanye hitam minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di pasar global, terutama oleh negara-negara Uni Eropa. Strategi tersebut yaitu dengan memaparkan kekurangan dari minyak nabati lainnya.

Direktur Utama Badan pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) Eddy Abdurrachman mengatakan bahwa selama ini strategi Indonesia melawan kampanye sawit hanya bersifat defensif, tidak terlalu ‘menyerang’ minyak nabati lainnya.

“Kita akan permasalahkan juga minyak nabati lain di Eropa, misalnya rapeseed. Tidak hanya minyak sawit, rapeseed juga memiliki dampak terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) dan lingkungan,” kata Eddy dalam diskusi yang diselenggaran PWI secara virtual, Sabtu (6/2).

Eddy menyebutkan bahwa selama ini strategi Indonesia melawan kampanye hitam sawit hanya dengan berfokus pada peran kelapa sawit terhadap ekonomi dan tingginya produktivitas komoditas ini dibandingkan minyak nabati lain.

“Dinyatakan bahwa sawit merusak biodiversity, kita juga akan mempermasalahkan bagaimana rapeseed di Eropa yang permanfaatan pupuknya berdampak pada biodiversity laut. Kita akan ubah strategi, akan attack seperti yang disampaikan presiden,” ujar dia.

Dalam paparannya, Eddy mengatakan bahwa industri sawit mampu menunjukkan kekuatannya dan menjadi salah satu dari sedikit industri besar nasional yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Salah satu faktor penting ketahanan pertumbuhan sektor sawit selama pandemi Covid-19 di dalam negeri adalah adanya program penggunaan energi terbarukan melalui mandatori biodiesel berbasis sawit.

Setelah sukses menjalankan program mandatori biodiesel 20 persen sejak 2016 sampai dengan 2019, pemerintah melanjutkan dengan program mandatori B30 sejak Januari 2020 yang menambah daya serap minyak sawit di pasar dalam negeri sekaligus mendorong stabilitas harga minyak sawit.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kelapa sawit menjadi komoditas yang paling efisien dalam penggunaan lahan, dibandingkan dengan komoditas bahan baku minyak nabati lainnya.

Dengan produktivitas yang terbilang tinggi, kelapa sawit hanya menggunakan lahan lebih sedikit, yakni 0,3 hektare (ha) untuk menghasilkan 1 ton CPO. "Sementara rapeseed oil butuh 1,3 ha, sunflower 1,5 ha dan soybean 2,2 ha," kata Airlangga.

Selain itu industri sawit menyerap lebih dari 16 juta pekerja, sehingga menjadi sektor strategis bagi perekonomian masyarakat.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...