Moratorium Sawit Diminta Diperpanjang Karena Minim Capaian
Moratorium sawit yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2018 memasuki tahun terakhirnya pada September mendatang. Namun berbagai stakeholder sawit menilai implementasinya selama hampir tiga tahun ini belum maksimal, sehingga harus diperpanjang.
Inpres Nomor 8 Tahun 2018 salah satunya menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi izin kebun kelapa sawit yang masuk dalam kawasan hutan dengan tujuan meningkatkan produktivitas.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware menilai belum ada perubahan yang signifikan yang dihasilkan moratorium yang mengarah pada perbaikan tata kelola sawit sehingga bisa dapat meningkatkan produktivitas.
"Justru lebih banyak mendorong ekspansi (untuk meningkatkan produktivitas), bukan perbaikan tata kelola," ujarnya pada sebuah webinar bertajuk 'Tata Kelola Kebun Sawit di Indonesia', Kamis (4/3).
Menurut dia, kebijakan yang ada dinilai hanya sekadar himbauan, karena tidak adanya perangkat yang mendukung sampai di daerah untuk meningkatkan produktivitas, perizinan dan perbaikan tata kelola. Simak databoks berikut:
Padahal Inda menilai inpres moratorium sawit merupakan kebijakan yang bagus untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani sawit. Inpres ini merupakan salah satu instrumen untuk perbaikan tata kelola menuju bisnis berkelanjutan dan berkeadilan.
“Kami mendorong Inpres ini harus diperpanjang, dengan catatan harus serius dilaksanakan. Bukan hanya dirilis pemerintah namun tidak dilaksanakan,” tambah Inda.
Marselinus Andri, Ketua Departemen Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), juga menyampaikan pendapat yang sama, bahwa Inpres moratorium ini harus diperpanjang dan lebih berprioritas pada perbaikan tata kelola di level petani sawit.
“Harapannya adalah bagaimana kebijakan yang ada dapat memberikan keadilan kepada para petani dalam rangka meningkatkan produktivitas sawit,” kata Marselinus pada kesempatan yang sama.
Dia mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan yang ada sudah lengkap, saat ini kebijakan tersebut harus diimplementasikan dengan lebih baik dan bisa dirasakan manfaatnya oleh para petani.
Saat ini meningkatnya produksi seiring bertambahnya luas perkebunan sawit rakyat belum mampu meningkatkan kesejahteraan para petani. Ini tercermin dari produktivitas sawit perkebunan rakyat yang masih rendah dan selalu di bawah produktivitas sawit nasional. Simak databoks berikut:
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kebijakan tata kelola kebun sawit diantaranya mengenai pembenahan data petani sawit, “Seperti percepatan penerbitan legalitas, lahan, maupun usahanya dan perlu adanya penguatan kelembagaan tani di level petani swadaya,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Abetnego Tarigan, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan menyampaikan bahwa ada kemungkinan Inpres ini akan diperpanjang. "Namun masih diperlukan evaluasi lintas kementerian dan lembaga atas pelaksanaan dan capaiannya," kata dia.
Sebelumnya, Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, Trias Fetra, mengatakan setidaknya ada enam persoalan yang masih terjadi sehingga moratorium perlu diperpanjang. "Agar semua pihak punya waktu untuk berbenah," ujarnya beberapa waktu lalu melalui keterangan tertulis.
Enam persoalan tersebut yaitu sengkarut tata kelola dan perizinan, perkebunan tanpa izin, serta legalitas lahan dan kebun petani. Selain itu ada persoalan tentang subsidi yang tidak tepat sasaran, prioritas anggaran bagi kesejahteraan petani yang minim, hingga perimbangan keuangan pusat-daerah yang dirasa belum adil.
Sengkarut perizinan sawit ini yang membuat pendapatan daerah kurang optimal. Yayasan Madani mencatat terdapat 11,9 juta izin sawit yang belum ditanami sawit. Di sisi lain terdapat pula 8,4 juta tutupan sawit yang belum terdata izin sawitnya.
"Seharusnya pemerintah bisa menyerap dan mengoptimalkan pendapatan negara jika sudah ada perizinan untuk lahan-lahan ini," kata dia.