Butuh Investasi Besar, Eks Bos Pertamina: Target 1 Juta Barel Berat
Pemerintah menargetkan lifting migas 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik (BSCFD) gas bumi per hari pada 2030. Mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno menilai target tersebut bakal menghadapi jalan berliku lantaran nominal investasi yang dibutuhkan cukup besar.
Berdasarkan perhitungan SKK Migas, setidaknya dibutuhkan investasi sebesar US$ 187 miliar atau sekitar Rp 2.700 miliar (kurs Rp 14.400) selama 9 tahun ke depan. Sementara persaingan dalam menarik investasi antar negara semakin ketat.
"Kompetisi sangat ketat. Investor cari yang mendukung investasi mereka dan ini tantangannya sengat berat," ujar dia dalam acara 'Energy Corner', Kamis (29/4).
Oleh karena itu regulasi dan insentif yang ramah investor menjadi salah satu faktor yang cukup penting dalam merealisasikan target tersebut. Apalagi banyak perusahaan di sektor hulu migas di seluruh dunia memangkas anggaran investasinya imbas dari pandemi covid-19.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi di sektor hulu migas. Salah satunya dengan memangkas aturan yang menghambat investasi.
Pemerintah mencabut segala prosedur yang menghambat proses investasi di Indonesia. Hal ini sesuai seperti apa yang diamanatkan Presiden Joko Widodo.
"Dua pesan presiden yang harus kita kerjakan segala sesuatu yang menghambat investasi itu harus kita hilangkan. Makanya beberapa peraturan terus kita cabut," ujarnya.
Apalagi beberapa proses perizinan saat ini hampir semuanya juga telah dilakukan secara online. Ia pun menyadari jika inevstasi di sektor hulu migas cukup besar. Bahkan tiap tahunnya mencapai belasan miliar dolar melalui skema cost recovery. Namun pemerintah optimis dapat mencapai target tersebut.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya mengatakan industri minyak dan gas bumi tengah memiliki pekerjaan besar guna mencapai target satu juta barel. Sementara transisi energi menuju era energi baru yang bersih dan ramah lingkungan terus berjalan.
Transisi ini terlihat dari persentase pemanfaatan energi, terutama dari sektor energi baru dan terbarukan yang terus meningkat tiap tahunnya. Sementara porsi bauran energi fosil dari minyak dan gas bumi semakin menurun.
"Indonesia telah menandatangani perjanjian Paris. Meski persentase migas turun tapi secara volume justru meningkat, seiring dengan kebutuhan energi yang terus meningkat," ujar Dwi.