Sempat Tersendat, Ekspor Gas ke Singapura Berangsur Normal
SKK Migas dan konsorsium West Natuna Transportation System (WNTS) memastikan ekspor gas ke Singapura sudah kembali normal pada Kamis (29/7). Pasokan gas ke negara itu sempat terganggu lantaran adanya gangguan operasional produksi gas atau unplanned shutdown di dua lapangan gas bumi Indonesia.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan berkurangnya pasokan gas ke Singapura terjadi karena adanya unplanned shutdown di Lapangan Anoa pada 21 Juli 2021. Kemudian pada 23 Juli 2021, pasokan dari Lapangan Gajah Baru juga sempat berhenti.
Berhentinya pasokan dari Lapangan Gajah Baru karena adanya perbaikan yang sudah direncanakan sebelumnya dan sudah dikomunikasikan kepada pembeli. Namun Lapangan Anoa yang dioperatori oleh Premier Oil Natuna Sea B.V sudah beroperasi normal pada Rabu (28/7).
"Penghentian pasokan dari kedua lapangan tersebut menyebabkan turunnya tekanan pipeline ke Singapura sehingga pasokan gas menurun," kata Julius dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (30/7).
Adapun SKK Migas bersama konsorsium WNTS yakni Medco E&P Natuna Ltd, Premier Oil Natuna Sea B.V., dan Star Energy (Kakap) Ltd. memastikan peningkatan pasokan gas ke Singapura pada Rabu dengan beroperasinya kembali lapangan Anoa yang dioperasikan oleh Premier Oil Natuna Sea BV.
Secara bertahap pasokan dari lapangan Anoa terus meningkat sehingga paling lambat Kamis sore Singapura telah menerima gas dengan volume penuh sesuai kontrak sekitar 300 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). "SKK Migas bersyukur kegiatan operasi telah berjalan normal kembali," kata Julius.
Seperti diketahui, Singapura sangat bergantung pada gas bumi RI. Bahkan setelah perjanjian jual beli gas (PJBG) antara RI dan Singapura berakhir pada 2023. Menurut SKK Migas, Negeri Singa masih berharap dapat terus mengimpor gas dari Indonesia.
Namun Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan keputusan untuk perpanjangan ekspor gas ke Singapura masih didiskusikan dengan memastikan kebutuhan gas dalam negeri tercukupi.
Apalagi, pemerintah juga telah menerbitkan aturan terkait pemberlakukan harga gas khusus industri sebesar US$ 6 per MMBTU. "Sampai saat ini mereka masih minta perpanjangan atas PJBG yang akan habis pada 2023 dan masih dalam pembahasan," ujarnya.
Menurut Arief jika nantinya kebutuhan gas domestik sudah terpenuhi, maka perpanjangan kontrak jual beli gas ke Singapura akan dipertimbangkan. Pasalnya harga jual gas ke Singapura cukup bagus untuk penerimaan negara.