Pelaku Industri Migas Minta Kontrak Eksisting Tak Kena Pajak Karbon
Rencana pemerintah menerapkan tarif pajak karbon sebesar Rp 75 ribu per kilogram karbon dioksida ekuivalen mendapat respon dari para pelaku industri hulu migas tanah air. Mereka meminta agar kontrak eksisting migas tidak dikenakan pajak karbon sesuai dengan contract sancity principle.
Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan pelaku usaha berharap pemerintah tidak menerapkan pajak karbon bagi industri hulu migas dengan kontrak eksisting. Meski demikian, aturan mengenai pajak karbon sebenarnya hingga kini belum final dan masih terus bergulir di parlemen.
"Apabila itu nantinya dikenakan perlu adanya tambahan-tambahan fiskal dan insentif lainnya agar investasi migas dapat tetap kompetitif dan menarik," kata dia dalam webinar Perkembangan Kondisi Lingkungan Politik-Ekonomi Industri Hulu Migas Nasional, Selasa (14/9).
Selain penerapan pajak karbon, pemerintah juga diharapkan untuk dapat mendukung dan menstimulasi kegiatan green project yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca. Misalnya seperti teknologi carbon capture and storage (CCS) atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dengan memberikan fasilitas kredit pajak.
Selain itu, menurut Satya pelaku usaha juga mengusulkan supaya minyak dan gas bumi dapat dijadikan barang kena pajak (BKP) yang bersifat strategis. Sehingga dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai alias PPN.
"Saya berharap ini menjadi pengamatan di industri hulu migas untuk melihat bagaimana dari satu sisi memenuhi komitmen internasional tapi di sisi lain juga melakukan aktivitas dan pengembangan di sektor hulu migas," katanya.
Sebelumnya, pengusaha juga meminta pemerintah menimbang dengan hati-hati rencana untuk menarik pajak karbon di Indonesia. Alasannya, penarikan pajak yang menambah beban pengusaha akan berpengaruh pada daya saing pelaku usaha di dalam negeri.
Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) membuat jajak pendapat dan analisis mengenai rencana implementasi pajak karbon ini. President IBCSD Shinta W. Kamdani menyebutkan kebanyakan pelaku usaha keberatan dengan penerapan pajak karbon.
"Dari analisis yang kami buat, bila ini dijalankan apa pengaruhnya bagi daya saing dan kemampuan kompetisi sektor tersebut," ujar Shinta dalam diskusi Katadata SAFE 2021 dengan tema Collaboration for The Future Economy, Senin (23/8).
Perusahaan global saat ini mulai berkomitmen untuk menuju ke arah pembangunan berkelanjutan. Mayoritas perusahaan setuju untuk berubah dengan memperhatikan dasar lingkungan yang kuat.
Namun, kata Shinta, implementasi atas komitmen tersebut masih sangat rendah. Sebanyak 27% perusahaan yang telah mengimplementasikan rencana pembangunan berkelanjutan. "Walaupun berkomitmen, tapi implementasinya rendah dan ini juga terjadi di Indonesia. Memang implementasi ini yang menjadi tantangan," kata dia.