PLN Minta Harga Khusus LNG untuk Konversi Pembangkit Listrik BBM
PLN berharap pemerintah dapat menetapkan harga khusus LNG (Liquified Natural Gas) untuk jangka panjang untuk memuluskan implementasi kebijakan gasifikasi pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM).
Vice President Pengendalian Kontrak Gas PLN Edwin Bangun mengatakan LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik sangat penting karena bisa dijadikan sebagai pembangkit load follower yang berarti kapasitas listrik yang dihasilkan bisa dinaik/turunkan mengikuti beban sistem, ataupun peaker ketika permintaan tinggi.
"PLN berharap ada harga khusus LNG karena akan kami manfaatkan sebagai load follower ataupun peaker," kata Edwin dalam diskusi Arah Baru Industri Migas : Ketahanan Energi Dengan Memaksimalkan Pemanfaatan Natural Gas dan LNG Dalam Negeri, Rabu (22/9).
Di samping itu pembangkit LNG juga memiliki ramping rate yang tinggi sehingga dapat mendukung pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang bersifat intermittent, utamanya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Ramping rate tinggi pembangkit LNG berarti listrik yang dihasilkan dapat masuk ke sistem kelistrikan dengan cepat, sehingga sangat ideal untuk mendukung pembangkit listrik EBT yang pasokannya tidak selalu tersedia. Namun fleksibilitas inilah yang membuat pembangkitannya mahal, sehingga PLN meminta dukungan harga dari pemerintah.
Edwin menyebut sebenarnnya ada beberapa tantangan dalam pemanfaatan LNG bagi PLN. Seperti kepastian pasokan, efisiensi biaya dan fleksibilitas pasokan. Oleh sebab itu, diperlukan dukungan dari pemerintah dan penyedia LNG, khususnya sektor hulu migas untuk penyediaan stasiun pengisian LNG skala kecil.
Di samping itu, dia juga berharap supaya kebijakan integrasi pemanfaatan infrastruktur gas tidak hanya berfokus pada peruntukkan kelistrikan. Namun juga mengakomodir kebutuhan gas di luar kelistrikan, sehingga didapatkan biaya infrastruktur gas yang lebih kompetitif.
Simak kapasitas produksi LNG di tiga kilang di Indonesia pada databoks berikut:
Seperti diketahui, pemerintah ingin mengkonversi pembangkit listrik berbahan bakar BBM menjadi gas, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.13 Tahun 2020, untuk menurunkan biaya pembangkitan listrik sekaligus mengurangi emisi yang dihasilkan BBM. Hal ini seiring harga gas yang lebih murah dibandingkan BBM, selain itu gas juga lebih ramah lingkungan.
Adapun porsi pembangkit gas dalam draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menurut dia telah diperhitungkan. Setidaknya hingga 10 tahun ke depan volume gas yang dibutuhkan PLN berada di level 1.100-1.350 BBTUD.
Di sisi lain, dia juga menyadari konsumsi batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga kini masih cukup besar. Meski begitu, PLN telah berkomitmen untuk memperbesar penggunaan pembangkit energi baru terbarukan dalam beberapa tahun ke depan.
Setidaknya kapasitas pembangkit EBT hingga 2025 akan ditingkatkan menjadi 18 gigawatt (GW). "Ini memperlihatkan komitmen PLN menuju ramah lingkungan. PLN jelas meningkatkan bauran EBT dari 12,7% menjadi 22% sampai 2025," katanya.