Putusan MK Soal Izin Tambang di UU Minerba Berpotensi Hambat Investasi

Image title
1 November 2021, 18:56
uu minerba, pertambangan, izin pertambangan, investasi minerba
KATADATA/
Alat berat beroperasi di tambang batu bara.

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan rezim perizinan pertambangan dalam Undang-Undang (UU) Minerba dapat berdampak pada investasi di sektor ini.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pleno Kamis (28/10) telah membatalkan pasal terkait jaminan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Kini perusahaan pemegang izin Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) tak mendapat jaminan perpanjangan operasi.

Pada pasal 169A ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, kata "dijamin perpanjangan" diganti menjadi "dapat diperpanjang." Ketua Perhapi Rizal Kasli menilai kata "dijamin" bertujuan agar investor mendapatkan kepastian hukum dalam hal berusaha atau berinvestasi di Indonesia.

Perubahan menjadi "dapat diperpanjang" menurutnya memunculkan mufti tafsir di kalangan para ahli. Ada yang menyatakan dapat diperpanjang dengan syarat-syarat tertentu. Namun ada juga yang menyatakan pendapat, bisa juga dihentikan izinnya atau tidak diperpanjang.

"Sebagai investor di bidang pertambangan hal ini sangat penting untuk diperhitungkan karena umumnya investasi di bidang pertambangan itu memerlukan modal yang besar dengan tingkat resiko yang tinggi," kata Rizal kepada Katadata.co.id, Senin (1/11).

Menurut dia jika lama waktu investasi tidak jelas atau ambigu, maka hal ini akan menyebabkan investor enggan untuk masuk. Pasalnya, investasi di bidang pertambangan membutuhkan waktu yang lama untuk pengembalian modalnya. Sedangkan investor berharap izinnya diperpanjang agar mendapatkan keuntungan dari operasionalnya.

Rentang waktu perusahaan dalam mendapatkan keuntungan biasanya tergantung pada komoditas dan volatilitas harga di pasar. Faktor yang mempengaruhinya antara lain efisiensi produksi, peralatan yang digunakan, biaya variabel, masalah teknis seperti efisiensi, hidrologi, geoteknik, lingkungan, sosial, dan legal.

Sedangkan untuk perusahaan tambang yang kompleks dan membutuhkan dana besar, maka sudah tentu pengembalian modalnya butuh waktu lebih lama. Misalnya untuk pengembangan tambang seperti nikel dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian. "Untuk itu mereka kerap meminta insentif fiskal maupun non-fiskal," ujarnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia pun menghormati keputusan MK terkait uji materi atas UU Nomor 3 Tahun 2020. Termasuk putusan atas pasal 169 dimana perubahannya adalah pada kata "jaminan".

Menurut perspektif pelaku usaha, putusan MK tersebut bukan berarti mengurangi hak pemegang PKP2B untuk mengajukan perpanjangan kontrak yang akan dikonversi menjadi IUPK operasi produksi.

Semangat ini menurut dia ada pada Pasal 169 yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020. Adapun pemberian izin merupakan kewenangan dari pemerintah dengan mengacu kepada syarat-syarat yang diatur dalam UU No.3 Tahun 2020 serta peraturan pelaksanaannya (dalam PP 96/2021).

"Menurut hemat kami, sepanjang perusahaan mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan kewajiban yang diatur dalam kontrak (PKP2B), maka sebagai pemegang PKP2B sejatinya perusahaan memiliki hak untuk mendapat perpanjangan dalam bentuk IUPK OP," kata dia.

Hal ini juga dituangkan dalam amar putusan MK No. 64/PUU-XVIII/2020 poin dalam poin 6 bahwa perpanjangan dapat diberikan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi masing-masing paling lama 10 tahun.

Head of Corporate Communication Adaro Febrianti Nadira mengatakan Adaro sebagai perusahaan yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku. Termasuk putusan MK tersebut.

Namun sebagai kontraktor pemerintah, Adaro berharap agar regulasi di industri batu bara dapat membuat perusahaan-perusahaan nasional tetap bisa eksis dan ikut mendukung ketahanan energi nasional. Sekaligus memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain.

"Selain itu, saat ini sektor batu bara masih menjadi salah satu sektor yang diunggulkan untuk menyumbang devisa dan menyokong perekonomian negara," kata dia.

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...