Pemerintah Ungkap Alasan Pensiun Dini PLTU Dilakukan pada 2040
Pemerintah tengah berupaya untuk mempensiunkan seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara pada 2040. Pasalnya, banyak PLTU yang kontraknya baru akan berakhir pada 2054.
Pembangkit ini merupakan penyumbang emisi karbon sektor energi terbesar saat ini. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan total emisi karbon di sektor energi pada 2020 tercatat mencapai 586,8 juta ton CO2e. Dari jumlah itu, PLTU menyumbang emisi sebesar 279,3 juta ton CO2e.
"Kita punya target kalau 2040 bisa mulai mengurangi pembangkit batu bara ini turunnya akan cukup signifikan. Dengan kondisi yang ada pembangkit batu bara berdasarkan kontrak akan berakhir 2054," kata dia dalam Youth Camp for Future Leader on Environment, Selasa (16/11).
Dia pun memproyeksikan jika penghentian PLTU dapat dilakukan pada 2040, maka puncak emisi karbon Indonesia akan terjadi di sekitar tahun 2039, yakni pada level 706 juta ton CO2e. Lalu, emisi akan berkurang secara signifikan mengikuti selesainya kontrak pembangkit listrik fosil.
Pada 2060, emisi pada pembangkit listrik fosil pun diperkirakan akan nol. Namun di tahun tersebut masih terdapat emisi 401 juta ton CO2e emisi di sisi permintaan. Simak databoks berikut:
Di samping itu, pemerintah juga telah melaunching peta jalan transisi energi menuju netral karbon. Pada tahun ini saja misalnya, pemerintah telah menyusun Perpres EBT dan retirement coal, program co-firing PLTU, CCT, konversi PLTD ke Gas dan EBT.
Pemerintah berharap Rancangan Undang Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) sudah terbit pada 2022. Sedangkan penggunaan kompor listrik ditargetkan mencapai 2 juta pengguna pada tahun yang sama.
"Kami berharap masyarakat membudayakan memakai kompor listrik. LPG ini kita impor mahal dan menyumbang emisi. tetapi kalau listrik tidak ada emisi pembakaran dan sumber energi nya bisa diisi dari EBT," katanya.
Selanjutnya pada 2024, dia berharap agar infrastruktur transmisi jaringan listrik dan lain sebagainya bisa tersambung dan terintegrasi secara optimal. Seperti interkoneksi, smart grid, dan smart meter.
Berikutnya pada 2025 EBT dalam bauran energi nasional ditargetkan dapat mencapai 23%. Adapun pada 2020, angkanya baru mencapai 11,2%. Oleh sebab itu Arifin akan menggenjot pemanfaatan dari energi surya.
"Kita akan memanfaatkan tenaga surya kita. Memang tenaga surya masih sifatnya intermiten tetapi kita harus carikan solusinya. Kita punya target lima tahun ke depan hampir 200 juta ton CO2 bisa kita turunkan," katanya. Simak sumber penurunan emisi karbon terbesar di Indonesia pada databoks berikut: