Perpres Jokowi yang Menaungi Perdagangan dan Pajak Karbon, Ini Poinnya
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK). Beleid ini mengatur penyelenggaraan perdagangan karbon, pungutan atas emisi karbon, pembayaran berbasis kinerja atas penurunan emisi karbon.
Perpres ini diteken Jokowi pada 29 Oktober 2021 dan diundangkan pada hari yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. NEK atau carbon pricing menjadi kebijakan penanganan perubahan iklim melalui mekanisme pasar.
Direktur Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dewanthi mengatakan beleid ini diharapkan bisa menggerakan lebih banyak pembiayaan dan investasi hijau yang berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Adanya regulasi pasar karbon dalam bentuk Perpres tentang NEK membuka peluang Indonesia untuk menerima pendanaan lebih luas dalam pengendalian perubahan iklim,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (17/11). Berikut adalah poin-poin penting aturan carbon pricing yang termuat dalam Perpres NEK.
Merujuk pasal 1 ayat (2), NEK atau carbon pricing adalah nilai terhadap setiap unit emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi. Kemudian ayat (17) menyatakan perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui kegiatan jual beli unit karbon.
Adapun pelaksanaan carbon pricing dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh Menteri.
1. Perdagangan karbon
Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri dan/atau luar negeri. Perdagangan karbon dilakukan melalui mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi GRK serta dapat dilakukan secara lintas sektor.
Adapun mekanisme perdagangan emisi adalah mekanisme transaksi antarpelaku usaha yang memiliki emisi melebihi batas yang ditentukan. Sementara offset emisi GRK adalah pengurangan emisi yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengkompensasi emisi yang dibuat di tempat lain.
Pelaksanaan pembeluan emisi GRK dalam offset hanya dapat dilakukan setelah pelaku usaha melakukan kewajibannya dalam pengurangan emisi GRK melalui aksi mitigasi perubahan iklim.
2. Pembayaran berbasis kinerja
Pembayaran berbasis kinerja adalah pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan emisi GRK yang telah diverifikasi dan manfaat selain karbon yang telah divalidasi.
Pembayaran berbasis kinerja dilakukan terhadap pengurangan emisi yang dihasilkan kementerian, pemda, dan pelaku usaha. Namun pembayaran berbasis kinerja tidak menyebabkan terjadinya perpindahan kepemilikan karbon.
3. Pungutan atas karbon
Sementara pungutan atas karbon merupakan pungutan negara yang dikenakan atas barang dan jasa yang memiliki potensi atau kandungan karbon serta atas kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup
Pungutan ini dilakukan dalam bentuk pungutan pajak, baik pusat maupun daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya, berdasarkan kandungan karbon, potensi emisi karbon, jumlah emisi karbon, serta kinerja aksi mitigasi perubahan iklim.
Dalam pelaksanaan pungutan, Menteri Keuangan mendapatkan tugas menyusun formulasi kebijakan dan strategi pelaksanaan pungutan setelah berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta menteri lainnya sesuai dengan tujuan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
Adapun pungutan atas karbon diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan dilaksanakan dalam bentuk pajak karbon. Pajak ini berlaku apabila wajib pajak memberi barang yang mengandung karbon, atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.
Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar. Jika harga di pasar ternyata lebih rendah dari Rp 30 per kg CO2e, maka berlaku tarif minimum Rp 30 per Kg CO2e.
Perpres NEK merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi emisi GRK melalui kebijakan, langkah, serta kegiatan untuk mencapai target NDC yakni mengurangi emisi GRK sebesar 29% atau 834 juta ton setara CO2 (CO2e) pada 2030 dengan usaha sendiri, dan 41% atau 1.185 juta ton CO2e dengan kerja sama internasional.