Pekerja Ancam Mogok Pada Akhir Tahun, Pertamina Buka Suara
Pertamina memastikan pemenuhan kebutuhan BBM dan LPG serta pelayanan ke masyarakat akan tetap menjadi prioritas utama sehubungan dengan rencana mogok kerja yang dilayangkan Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPBB).
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan sebagai BUMN, Pertamina termasuk seluruh pekerja bertanggung jawab dalam menjalankan amanah Pemerintah. Khususnya untuk memastikan ketahanan energi nasional.
"Pekerja juga menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan penugasan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dan LPG hingga ke pelosok wilayah 3T agar masyarakat terus dapat beraktivitas," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (21/12).
Karena itu, terkait aspirasi yang disampaikan pekerja kepada perusahaan, termasuk dari FSPPB, menurut Fajriyah manajemen Pertamina selalu terbuka untuk melakukan dialog sesuai aturan hubungan industrial yang berlaku.
Fajriyah berharap seluruh pekerja untuk tetap dapat mengedepankan kepentingan umum dan dapat bersama-sama menjaga operasional agar tetap kondusif. Manajemen akan memastikan operasional perusahaan tetap dapat berjalan lancar dan pelayanan BBM dan LPG tidak mengalami gangguan.
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 63 Tahun 2004, infrastruktur energi yang berada di wilayah operasi Pertamina merupakan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang harus terbebas dari ancaman dan gangguan.
Sesuai Keppres tersebut, ancaman dapat dimaknai sebagai setiap usaha dan kegiatan dengan segala bentuknya, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai dapat berpotensi membahayakan kelangsungan berfungsinya Obvitnas.
Sedangkan gangguan adalah tindakan yang sudah nyata dan menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan atau harta benda serta dapat berakibat trauma psikis kepada pegawai karyawan Obtivnas.
Untuk itu, Fajriyah berharap seluruh pekerja Pertamina ikut bertanggung jawab dalam mengamankan Obvitnas di area operasi dan menjauhkan dari segala ancaman dan gangguan. Terutama sebagai bentuk kontribusi pada bangsa dan negara.
"Mengingat kawasan, infrastruktur dan instalasi energi tersebut sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan energi di seluruh wilayah Indonesia,” kata Fajriyah.
Sejumlah pegawai Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu atau FSPPB mengancam melakukan pemogokan kerja selama 10 hari. Hal tersebut terhitung dari 29 Desember 2021 sampai 7 Januari 2022.
"Dengan ini kami memberitahukan kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, bahwa kami akan melaksanakan mogok kerja," tulis Surat Pemberitahuan Mogok Kerja FSPP pada Jumat (17/12).
Presiden FSPPB Arie Gumilar akan bertindak sebagai penanggung jawab aksi mogok kerja tersebut. Adapun aksi ini dilakukan salah satunya dalam rangka mendesak agar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dicopot.
Alasan lain yakni tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan perjanjian kerja bersama (PKB) di Pertamina antara pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB. Pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB gagal melakukan perundingan.
Di samping itu, Direktur Utama Pertamina dinilai tidak memiliki itikad baik untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Kemudian tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh oleh FSPPB.
Dalam surat tersebut FSPPB menyatakan, aksi mogok kerja dapat dihentikan sebelum jangka waktu yang disampaikan apabila tuntutan yang dilayangkan sesuai dengan surat kepada Menteri BUMN telah dipenuhi.
"Atau manajemen bersedia melakukan perundingan dengan syarat-syarat yang pernah disampaikan kepada Direktur SDM Pertamina pada agenda pra perundingan PKB di Cirebon pada 8-10 Desember 2021," tulis surat itu.