Revisi Harga DMO Batu Bara untuk PLN Berpotensi Kerek Tarif Listrik
Penyesuaian harga batu bara untuk pasar domestik atau domestic market obligations (DMO) bagi sektor kelistrikan sebesar US$ 70 per ton berpotensi mengerek tarif listrik. Apalagi dengan kondisi harga batu bara di pasar ekspor yang masih tinggi saat ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan rencana penyesuaian harga DMO batu bara memiliki beberapa masalah krusial, mengingat tren kenaikan harga batu bara diperkirakan akan berlanjut hingga 2023.
Sehingga penyesuaian DMO bakal berdampak pada harga energi primer PLN yang akan membengkak signifikan. Revisi DMO yang dilakukan saat harga batu bara tinggi menurut Bhima cukup riskan menekan keuangan PLN.
Pada akhirnya PLN akan membebankan biaya ke konsumen berupa penyesuaian tarif listrik. "Imbas inflasi yang terlalu tinggi bisa melemahkan daya beli dan menahan laju pemulihan ekonomi," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (22/12).
Selain itu, Bhima juga menilai pelaku usaha batu bara sebenarnya masih dapat menikmati keuntungan dari windfall harga batu bara, sehingga tidak diperlukan adanya revisi DMO. Apalagi ketika harga batu bara sedang anjlok, harga DMO juga masih tetap berlaku.
"Jadi sekarang keuntungan pengusaha batu bara jangan dioptimalkan karena aji mumpung harga internasional sedang tinggi, perhatikan juga efek ke masyarakat secara umum," ujarnya. Simak perkembangan harga batu bara acuan Indonesia pada databoks berikut:
Sementara, saat dikonfirmasi perihal tersebut Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL, Agung Murdifi enggan berkomentar. Pesan Whatsapp yang dikirimkan Katadata.co.id hanya bercentang biru.
Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo, mengatakan keputusan harga DMO di angka US$ 70 per ton untuk kelistrikan umum untuk membantu PLN. Tidak ada yang memproyeksikan harga akan naik setinggi ini.
Sehingga jika ingin dikaji kembali, maka sudah tentu menjadi pilihan pemerintah. Namun, pemerintah juga perlu melihat adanya potensi kenaikan budget energi primer bagi PLN dan dampak terhadap harga listrik jika rencana revisi tersebut dijalankan.
Sebaliknya, bagi Kementerian ESDM keputusan ini akan membuat pendapatan PNBP dan corporate tax akan meningkat. Sehingga poin yang ingin disampaikan Singgih yakni bagaimana keseimbangan antara kenaikan listrik, tambahan subsidi kepada PLN dan pertimbangan politik kenaikan tarif listrik.
"Terpenting kajian untuk membuka kembali harga DMO, bukan sebatas memperkuat komitmen suplai pasokan DMO, mengingat kebijakan ini menjadi sesuatu yang diamanahkan dalam UU Minerba," kata dia.
Namun untuk kepentingan makro, opsi ini menjadi pilihan terbaik pemerintah, yang tentunya telah dikomunikasikan dengan PLN. Terutama dalam memetakan dampak yang ada, sekaligus solusi pemerintah dalam meminimalkan dampak tersebut.
Direktur Pembinaan Program Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi sebelumnya membeberkan pihaknya saat ini beserta para stakeholder terkait tengah mengevaluasi harga DMO batu bara. Namun untuk dia belum dapat membeberkan rencana itu secara lebih rinci.
"Saat ini belum dapat kami umumkan secara detail seperti apa nanti hasilnya tentunya kita akan segera infokan apabila ada hasil khususnya yang terkait dengan untuk pemenuhan kebutuhan listrik umum ini," katanya dalam Minerba Virtualfest 2021, Selasa (21/12).
Satu hal yang pasti, Kementerian ESDM memantau dinamika dari kepatuhan perusahaan tambang dalam memenuhi kuota DMO, khususnya untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN.
"Kalau secara formula kita masih tetap gunakan yang empat index tadi cuma memang sekarang kita sedang melakukan evaluasi terhadap capping harga US$ 70 per ton. Nanti untuk detail seperti apa, tentunya kan kita melihat perkembangan kepatuhan para wajib DMO kepada PLN," katanya.
Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba), Muhammad Wafid mengatakan evaluasi juga akan menyasar harga khusus batu bara untuk industri pupuk dan semen yang baru ditetapkan beberapa waktu lalu di level US$ 90 per ton. "Ketiganya terus akan dievaluasi secara terus menerus," ujarnya.
Sehingga apa yang menjadi kewajiban perusahaan maupun pemerintah sendiri di dalam pelayanan langsung kepada masyarakat. Khususnya yang berhubungan dengan subsidi secara keseluruhan untuk masyarakat dapat dilakukan dengan berimbang.