Merunut Kebijakan Harga Gas Industri yang Dianggap Rugikan Negara

Image title
18 Januari 2022, 15:24
harga gas industri
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi.

Sejumlah pihak menilai kebijakan harga gas industri US$ 6 per MMBtu (metric million British thermal unit) perlu ditinjau ulang. Sebab, selain membuat pendapatan negara turun, kebijakan ini juga berpotensi mengganggu investasi di hulu gas.

"Jika minat investasi turun tidak hanya penerimaan gas yang berkurang tapi dalam jangka panjang bisa tidak ada lagi penerimaan negara dari hulu gas karena tidak ada yang mau memproduksikan lagi," ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro kepada Katadata.co.id, Selasa (18/1).

Sebelumnya SKK Migas mengungkapkan penerimaan negara dari sektor migas turun US$ 1,2 miliar pada 2021, salah satunya imbas kebijakan tersebut. Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S. Handoko mengatakan potensi penurunan penerimaan negara akibat kebijakan harga gas industri tahun ini akan lebih besar.

Pasalnya ada usulan untuk menambah industri-industri baru yang dapat menikmati harga gas khusus. "Ada usulan dari Kementerian Perindustrian terkait tambahan sektor industri," ujar Arief dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (17/1).

Kemenperin mengusulkan sektor industri yang menerima harga gas khusus ditambah menjadi 13 industri dari 7 saat ini. Usulan ini masih dibahas bersama dengan Kemenko Marves, Kementerian Investasi, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Kemungkinan yang disetujui 10 industri, tetapi masih belum final," kata dia.

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menilai rencana pemerintah untuk memperluas insentif harga gas industri perlu mendapat perbaikan dan masukan dari berbagai pihak.

Ia menilai kebijakan insentif gas yang berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dinilai kurang tepat sasaran dan berisiko merugikan keuangan Negara dalam jangka panjang.

“Bisa dibayangkan kerugian negara cukup besar. Pendapatan negara dari hulu migas sepanjang 2020 hanya US$ 460 juta. Jumlah itu jauh dibawah proyeksi awal ketika kebijakan harga gas US$ 6 itu diberlakukan pada Juni 2020 yakni US$ 1,39 miliar. Artinya ada potential loss bagian negara pada saat harga gas sedang tinggi," kata Bhima.

Penyaluran gas dengan harga khusus ke industri menimbulkan beberapa permasalahan seperti formulasi penetapan harga gas khusus dan kriteria penerimanya. Penyaluran insentif harga gas khusus seharusnya sama dengan penyaluran subsidi gas pada umumnya.

Menurut dia perlunya kejelasan soal formulasi harga, kriteria penerima dan mekanisme pengawasan merupakan hal yang melekat dalam kebijakan gas khusus. "Tetapi dalam prakteknya, masalah transparansi dan evaluasinya sangat minim sehingga kurang tepat apabila insentif gas langsung diperluas ke sektor usaha lainnya,” katanya.

Sehingga skema penetapan harga gas khusus menimbulkan banyak pertanyaan. Formulasi penurunan harga gas ke titik tertentu idealnya bukan sekedar membandingkan bahwa negara lain khususnya di ASEAN memiliki harga gas yang lebih murah. Perbandingan tersebut tidak bersifat apple to apple.

Sebenarnya terdapat salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai acuan dalam formulasi harga gas. Salah satunya yaitu natural gas rent yang menggambarkan selisih antara nilai pasar gas bumi suatu negara dan seluruh biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkannya dibandingkan dengan produk domestik bruto.

Selama periode tahun 2010-2019, natural gas rent Indonesia hanya dua kali menembus angka 1% dan masih lebih rendah dari rata-rata historis Thailand dan Malaysia. Perkembangan kebijakan harga gas untuk industri juga perlu dipertimbangkan kembali karena harga gas di pasar internasional naik cukup signifikan dalam 1 tahun terakhir.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...