Faisal Basri Sebut Proyek DME untuk Gantikan LPG Akan Bebani APBN

Image title
27 Januari 2022, 10:53
dme, lpg, faisal basri, batu bara
esdm.go.id
Faisal Basri sebut proyek DME melawan kodrat.

Upaya pemerintah menekan impor LPG (liquified petroleum gas) dengan mengganti konsumsinya dengan dimethyl ether (DME) sebagai bahan bakar memasak lagi-lagi menuai kritik. Ekonom Senior Faisal Basri menilai proyek hilirisasi batu bara di Sumatera Selatan pada akhirnya akan membebani APBN.

Sebab, untuk mengolah batu bara menjadi DME ongkos produksinya cukup mahal. Walaupun dia juga menyadari proyek ini ditujukan pemerintah untuk merampungkan masalah impor LPG yang terus membengkak.

"(Proyek DME) Melawan kodrat, batu bara yang hitam gosong diolah jadi gas yang sangat bersih. Pasti ongkos produksinya akan amat mahal dan siap-siap sisihkan subdisi APBN," kata Faisal dalam diskusi Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara, Rabu (27/1).

Sebelumnya, kajian lembaga asal Amerika Serikat (AS) Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) juga menyebut proyek DME terlalu mahal dan tidak sesuai dengan tujuan pemerintah mengurangi subsidi LPG. Sebab, hitungan biaya produksi DME dua kali lipat lebih mahal daripada impor LPG.

Berdasarkan kajian IEEFA, total biaya untuk membangun fasilitas produksi DME adalah US$ 470 atau Rp 6,5 juta per ton. Angka ini hampir dua kali lipat dari biaya yang pemerintah keluarkan untuk mengimpor LPG.

Oleh karena itu, peneliti sekaligus analis keuangan IEEFA Ghee Peh mengatakan menggantikan LPG dengan DME tidak masuk akal secara ekonomi. Lembaga itu memperkirakan proyek gasifikasi Bukit Asam dapat menggerus penghematan impor LPG hingga Rp 266,7 miliar atau US$ 19 juta.

Namun Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menepis kajian tersebut. Menurut hitungan pemerintah proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera selatan dapat menekan anggaran subsidi LPG dalam APBN.

Dengan perhitungan produksi DME sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun atau setara 1 juta ton LPG. Maka, negara dapat menghemat hingga Rp 7 triliun per tahun dari pemberian subsidi LPG 3 kg. Proyek ini pun akan diawasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kalau ada informasi aneh-aneh biarlah Pak Ateh (Kepala BPKP) yang tanggung jawab melaporkan resminya. Jadi kalau konsultan asing yang hitung tergantung persepsi yang dibangun dan yang diminta juga. BPKP kan lebih takut ke Presiden dari pada ke Menteri," ujar Bahlil di Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1).

Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...