Perang Belum Usai, Harga Minyak dan Batu Bara Berpotensi Naik Lagi
Harga minyak dan batu bara mulai melandai setelah sempat menyentuh rekor tertingginya beberapa waktu lalu. Namun belum berakhirnya perang Rusia Ukraina berpotensi membuat harga kedua komoditas energi itu kembali melonjak.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan tren penurunan harga minyak dan batu bara tak akan berlangsung lama. Ia menilai harga dua komoditas energi tersebut akan kembali melonjak lantaran ketersediaan pasokan yang belum jelas akibat perang Rusia dan Ukraina.
“Saya kira potensi kenaikan (harga) masih sangat besar untuk komoditas energi, baik itu batu bara maupun minyak. Selama konflik belum selesai, maka harga akan tetap tinggi,” kata Mamit saat dihubungi pada Selasa (15/3), siang.
Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent hari ini berada pada level US$ 100,7 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) bergerak di bawah US$ 100 per barel. Sebelumnya Brent sempat menyentuh US$ 131,5 sedangkan WTI US$ 126,6 per barel pada Rabu (9/3).
Adapun harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) pada Senin (14/3) berada pada level US$ 336,15 per ton, sebelum menorehkan rekor tertinggi pada Rabu (2/3) pada level US$ 446 per ton.
Melansir laporan BP Statistical Review of World Energy 2021, Rusia memproduksi 542,4 juta ton minyak pada 2020, terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS) sebesar 712,7 juta ton. Rusia juga masuk dalam jajaran enam negara dengan produksi batu bara terbesar yakni sebanyak 339,8 juta ton pada 2020.
Jumlah tersebut membuat Rusia menjadi eksportir terbesar nomor 3 dunia dengan menyumbang 17,8% dari total ekspor global.
“Untuk batubara akan tetap mengalami peningkatan dari sisi harga karena memang demand yang masih cukup tinggi ditengah pasokan dari Rusia yang terganggu karena adanya konflik dengan Ukraina,” kata Mamit.
Selain faktor konflik Rusia dan Ukraina, harga batu bara diperkirakan akan terus melonjak karena sejumlah produsen di Indonesia berkewajiban memenuhi produksi batubara untuk kebutuhan domestik (DMO) tahun 2022 sejumlah 165,7 juta ton.
Masih mengutip BP Statistical Review of World Energy 2021, pada tahun 2020 Indonesia mampu memproduksi 562,5 juta ton batu bara dan menyumbang 26,8 persen dari total ekspor dunia.
Potensi naiknya harga batu bara dipertegas oleh terganggunya produksi di Australia akibat banjir yang melanda daerah penghasil batu bara di wilayah New South Wales. Sebagai informasi, pada 2020, Australia menghasilkan 476,7 juta ton batu bara dan menyumbang 29,1% dari total ekspor dunia.
"Saya kira kenaikan batu batu akan tetap bertahan. Kecuali untuk minyak, jika negara-negara OPEC meningkatkan kapasitas produksi mereka untuk menutupi kekurangan imbas konflik Rusia dan Ukraina,” tukas Mamit.