Kementerian ESDM Berencana Naikkan Harga BBM Pertalite dan Solar

Muhamad Fajar Riyandanu
13 April 2022, 18:21
harga bbm, pertalite, solar, kementerian esdm
ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/rw.a
Petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menunggu pergantian tugas di salah satu SPBU Kota Kupang, NTT, Selasa (5/4/2022).

Kementerian ESDM berencana menaikkan harga BBM subsidi Pertalite dan solar sebagai respons atas tingginya harga minyak dunia. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif, saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (13/04).

"Untuk jangka menengah akan dilakukan penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti seperti bahan bakar gas (BBG), bioethanol, bio CNG, dan lainnya," kata Arifin.

Rencana menaikkan harga Pertalite dan Solar tak terlepas dari lonjakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) Maret yang menyentuh US$ 113,5 per barel karena konflik antara Rusia dan Ukraina. "ICP ini jauh di atas asumsi APBN yang hanya mengasumsikan US$ 63 per barel," sambung Arifin.

Lebih lanjut, pemerintah juga akan meningkatkan cadangan operasional menjadi 30 hari dan optimalisasi campuran bahan bakar nabati (BBN) dalam solar. Sementara untuk jangka pendek, pemerintah menambah kuota BBM subsidi seperti solar, minyak tanah, hingga BBM khusus penugasan seperti Pertalite.

Adapun Kuota Solar subsidi diusulkan bertambah sebesar 2,29 juta kiloliter (kl) menjadi 17,39 juta kl, minyak tanah bertambah 0,10 juta kl menjadi 0,58 juta kl, dan Pertalite bertambah 5,45 juta kl menjadi 28,50 juta kl. Sebagai informasi, harga jual Pertalite saat ini Rp 7.650 per liter, sementara Solar bersubsidi dijual di harga Rp 5.150 per liter.

"Dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia, dalam jangka pendek kami mengusulkan perubahan kuota BBM jenis tertentu yaitu minyak Solar, minyak tanah, dan JBKP Pertalite dan penyesuaian harga BBM non subsidi," ujarnya.

Dengan penetapan Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), harga BBM dengan kadar oktan 90% tersebut ditahan di angka Rp 7.650 per liter. Pertamina menyebut setiap 1 liter Pertalite terdapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp 4.500 atau lebih dari separuh harga jual.

Bahkan pemerintah memberikan subsidi yang lebih besar untuk Biosolar. Setiap 1 liter Biosolar pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.800 dibandingkan harganya yang hanya Rp 5.150.

"Baik Biosolar maupun Pertalite merupakan jenis BBM yang mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau kompensasi, sehingga harganya tetap," kata Vice President Corporate Communications PT Pertamina Fajriyah Usman.

Sementara itu berdasarkan perhitungan Dewan Energi Nasional, setiap kenaikan harga minyak US$ 1 per barel, biaya kompensasi BBM bersubsidi yang harus dibayarkan pemerintah akan menggelembung sebesar Rp 5,7 triliun.

Anggota DEN, Satya Widya Yudha menjelaskan bahwa angka Rp 5,7 trilun berasal dari selisih asumsi penetapan harga minyak mentah dunia di APBN senilai US$ 63 per barel dengan harga minyak saat ini yang di atas US$ 100 per barel.

“Harga minyak sudah di atas US$ 100 per barel, Tiap US$ 1 kompensasinya Rp 5,7 triliun. Ini jarak asumsinya sudah US$ 40, dikalikan saja,” kata Satya, Senin (11/4).

Satya juga mengatakan bahwa pengadaan minyak di dalam negeri masih bergantung pada minyak impor. Dari perkiraan total komsumsi minyak yang mencapai 1,6 juta barel per hari, produksi minyak di dalam negeri hanya menyentuh 750 ribu barel per hari.

“Tanpa adanya konflik antara Rusia dan Ukraina, pengadaan minyak dalam negeri sudah menjadi perhatian bersama, sebagian besar 60% dilakukan dari impor. Ketegangan geopolitik ini menambah kekhawatiran bahwa pasokan minyak terhambat dan harga di pasar internasioanal melonjak,” ujarnya.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...