Perang Rusia Ukraina Kerek Permintaan Batu Bara, Ancam Transisi Energi

Muhamad Fajar Riyandanu
18 April 2022, 15:27
batu bara, transisi energi, uni eropa, perang rusia ukraina,
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.

Perang Rusia-Ukraina dinilai dapat mengerek permintaan batu bara yang akan menghambat laju transisi energi dunia. Peningkatan permintaan terutama berasal dari negara-negara Uni Eropa (UE) yang berniat menjatuhkan sanksi larangan impor komoditas energi Rusia.

UE telah memutuskan untuk melarang impor batu bara Rusia mulai pertengahan 2022. Meski demikian kawasan ini belum berhasil mencapai suara bulat atas sanksi larangan impor minyak dan gas (migas) Rusia karena ketergantungan beberapa negara anggota yang tinggi.

Namun jika itu terjadi, Project Manager Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia-Institute for Essential Service Reform (CASE-IESR), Agus Tampubolon mengatakan sangat mungkin terjadi peralihan konsumsi dari migas menjadi batu bara di sejumlah negara UE.

Menurutnya, hal ini dikarekan pasokan migas terhambat. Sejumlah negara pro Ukraina berupaya mencari sumber pasokan alternatif dari Amerika Serikat (AS). Namun, karena faktor jarak, biaya logistiknya menjadi sangat mahal.

“Usai melakukan embargo, mereka (UE) masih membeli gas dari Rusia sembari mencari dari negara lain seperti AS. Tapi distribusi minyak dan gas dari AS lewat laut menimbulkan investasi baru untuk stasiun penerimaannya,” ujarnya dalam diskusi Akses, Teknologi, dan Pendanaan Transisi Energi, Kamis (14/4).

Agus melanjutkan, biaya distribusi gas dari Rusia lebih terjangkau daripada distribusi gas dari AS. Sebab sudah tersedia infrastruktur pipanya. Sedangkan, pengiriman gas dari AS ke Eropa lebih kompleks dengan mengubah gas menjadi gas cair terlebih dulu.

“Mereka (UE) akan sangat terbebani penambahan biaya untuk mendatangkan sumber gas baru yang mahal dan kendaraan angkut minyak bumi dari tempat yang jauh dan harganya lebih mahal. Peralihan ke batu bara akan ada ke arah situ,” kata Agus.

Sementara itu, sustainable Energy Finance Advisor, Deputy Programme Manager The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia, Deni Gumilang, mengatakan bahwa hal tersebut terkait dengan pilihan dan kemandirian suatu bangsa pada energi fosil.

“Ini menjadi PR bersama untuk menciptakan suatu pasar energi bersih yang bersaing dengan energi fosil,” ujarnya.

Sebagai informasi, pada 2020, Rusia berada di bawah Arab Saudi sebagai negara eksportir minyak mentah terbesar di dunia, yakni senilai US$72,6 miliar atau 11% dari total nilai ekspor minyak dunia. Sementara untuk batu bara, Rusia merupakan negara pengekspor terbesar ketiga dunia dengan 212 juta ton.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...