Pemerintah Gagalkan Ekspor 81.000 Liter Minyak Goreng ke Timor Leste
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyita 81.000 liter minyak goreng di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, yang sedianya akan diekspor secara ilegal ke Timor Leste. Eksportir mencoba mengelabui aparat dengan tidak mencantumkan minyak goreng dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Veri Anggrijono mengatakan penggagalan ekspor ilegal ini hasil kerja sama dengan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Satgas Pangan.
Veri berkomitmen meningkatkan sinergi dan kerja sama antarlembaga terkait pengawasan dan penegakan hukum di bidang perdagangan.
"Kegiatan hari ini merupakan implementasi dari MoU antara Kementerian Perdagangan, Polri, dan Ditjen Bea Cukai dalam meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perdagangan,” kata Veri dalam keterangan resmi, Kamis (12/5).
Direktur Tertib Niaga Kemendag Sihard Hardjopan Pohan menyatakan eksportir yang mengekspor minyak goreng secara ilegal dapat dikenakan sanksi pidana bui paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22-2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBPO), dan Used Cooking Oil (UCO).
Beleid tersebut telah melarang eksportasi CPO dan sebagian turunannya sejak 28 April 2022 sampai waktu yang belum ditentukan. Oknum yang melanggar Permendag No. 22-2022 akan dikenakan sanksi seperti diatur dalam Pasal 112 Ayat (1) jo Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Adapun, pemerintah berkomitmen akan mencabut Permendag No. 22-2022 jika harga minyak goreng curah di dalam negeri telah mencapai Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram (Kg). Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mendata harga minyak goreng curah masih di level Rp 19.000 per Kg pada 12 Mei 2022.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan produsen sawit bisa bertahan dua bulan untuk menghadapi larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Namun, daya tahan industri itu sangat tergantung dari kapasitas tangki penyimpanan di perkebunan.
Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, mengatakan kapasitas tangki hasil pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO di perkebunan maksimal mencapai 5 juta ton. Sementara tingkat produksi CPO mencapai 3-3,5 juta per bulan.
Dengan demikian, tangki penyimpanan tersebut akan penuh jika produksi CPO tidak segera disalurkan baik ke dalam negeri maupun ekspor.
"Produsen CPO mampu bertahan hingga dua bulan dengan larangan ekspor CPO, dengan catatan kondisi tangki-tangki saat ini memang kebanyakan kosong," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Senin (9/5).
Eddy mengatakan, produksi CPO juga berpotensi meningkat karena panen TBS sawit berlangsung sejak Maret hingga Juni 2022. "Yang menjadi pertanyaan, apakah pabrik-pabrik siap menampung semua produksi dan tangki-tangki masih bisa menampung?" ujar Eddy.