Pandangan Ahli Hukum Soal Biaya Pemindahan Tiang Listrik PLN Rp74 Juta

Muhamad Fajar Riyandanu
8 Juni 2022, 19:34
listrik, pln,
ANTARA FOTO/Rahmad
Petugas PLN tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) mengganti isolator gardu listrik di wilayah rayon Lhokseumawe, Aceh, Senin (30/9/2019).

PLN menagih biaya pemindahan tiang dan gardu listrik sebesar Rp 74 juta kepada warga Banjar Sekaan Undisan, Bangli, Bali, bernama I Komang Suparta. PLN menjelaskan, penarikan biaya itu harus ditanggung oleh pemohon karena pihaknya tak memiliki biaya operasi untuk pekerjaan tersebut.

PLN juga mengatakan, saat awal pembangunan tiang dan gardu, PLN telah melibatkan aparatur desa untuk meminta izin secara kolektif karena dulunya lokasi tersebut masih berupa lahan kosong pedesaan yang belum dibangun rumah.

“Izinnya itu secara kolektif bukan person to person karena dulu itu lahan kosong pedesaan, belum ada rumah,” kata Manager Komunikasi PLN UID Bali, I Made Arya, kepada Katadata.co.id, Selasa (7/6).

Menanggapi persoalan tersebut, Ahli Hukum Energi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Indria Wahyuni menilai kasus ini harus dilihat dari waktu awal pendirian gardu dan tiang listik tersebut.

"Klaim PLN yang mengatakan bahwa saat itu pendirian gardu dan tiang listrik di lahan kosong harus dicek kembali. Apakah benar saat proses perizinan dengan aparatur desa saat itu, lahan tersebut merupakan lahan kosong," kata Indria kepada Katadata.co.id, Rabu (8/6).

Menurut Indria, jika klaim yang diajukan oleh PLN itu terbukti sahih, maka Suparta sebagai pemohon tidak bisa mengklaim ganti rugi maupun kompensasi kepada pihak PLN. Pernyataan Indria merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Indria menjelaskan, ganti rugi maupun kompensasi dapat diterima oleh Suparta apabila dirinya menjadi pemilik sah dari lahan kosong tersebut sebelum PLN mendirikan tiang listrik dan gardu.

"Jika saat itu lahan kosong sudah ada pemegang hak atas tanah atau bangunanya, kemudian dibangun gardu dan tiang listrik, maka ganti rugi dan kompensasi harus diberikan. Nah ini kan urutannya gardunya sudah ada duluan, baru ada rumahnya," jelas Indria.

Menurut Ayat 2 Pasal 30 UU Ketegalistrikan, ganti rugi hak atas tanah diberikan untuk tanah yang dipergunakan secara langsung oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan bangunan serta tanaman di atas tanah.

Adapun ganti rugi hak atas tanah adalah penggantian atas pelepasan atau penyerahan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan atau benda lain yang terdapat di atas tanah tersebut. Singkatnya, ganti rugi harus diberikan jika tanah milik warga secara penuh tidak bisa lagi digunakan akibat proyek ketenagalistrikan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...