PLN Hemat Rp37 T dari Negosiasi Ulang Operasi Pembangkit Listrik 2021
PLN telah melakukan renegosiasi jadwal operasional komersial (commercial operational date/COD) sejumlah proyek pembangkit listrik dengan perusahaan listrik swasta alias independent power producer (IPP) di tengah kelebihan pasokan yang terjadi.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan renegosiasi jadwal COD pembangkit listrik itu mendorong efisiensi perusahaan sebesar Rp 37 triliun pada 2021.
"Kami sudah melakukan renegosiasi kontrak di tengah konsumsi listrik yang menurun dan pasokan listrik yang berlebih. Kami mampu kapitalisasi sekitar Rp 37 triliun pengurangan beban take or pay," kata Darmawan kepada wartawan di Gedung Kementerian ESDM Jakarta pada Senin (13/6).
Sebelumnya Darmawan mengatakan penundaan jadwal operasi sejumlah proyek pembangkit listrik dilakukan karena PLN mengalami kelebihan pasokan listrik. Oleh karena itu, opsi renegosiasi kontrak dengan pengembang listrik swasta akan terus dilanjutkan.
Ia menjelaskan, tagihan pembelian dari IPP melalui kebijakan sistem take or pay atas setiap 1 gigawatt (GW) pembangkit listrik yang beroperasi, sekitar Rp 3,5 triliun per tahun. Sedangkan peningkatan konsumsi listrik tak signifikan.
"Dengan kondisi over supply ini, kami negosiasi dengan IPP. Dari target efisiensi biaya Rp 60 triliun, sudah tercapai Rp 34 triliun dan sedang berproses," kata Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Rabu (26/1).
Kelebihan pasokan listrik akan semakin besar seiring mulai masuknya proyek 35.000 megawatt (MW) atau 35 gigawatt (GW) ke dalam sistem kelistrikan nasional. Darmawan mengungkapkan tahun ini akan ada tambahan pasokan listrik sebesar 6 GW di Jawa dari proyek 35 GW.
Sementara tambahan permintaan listrik diperkirakan hanya mencapai 800 MW. Artinya ada kelebihan pasokan listrik sekitar 5 GW. “PLN saat ini mengalami oversupply yang luar biasa. Akan ada gap (jarak) yang besar mencapai 5 GW antara suplai listrik dan demand (permintaan),” ujarnya beberapa waktu lalu, Rabu (23/2).
masalah kondisi kelebihan pasokan ini akan semakin memburuk seiring pengembangan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang akan menambah suplai listrik jika permintaan listrik tidak ada.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa tagihan pembelian listrik PLN dari IPP melalui kebijakan take or pay terus meningkat sejak 2019. Bahkan diperkirakan mencapai Rp 102-103 triliun tahun lalu.
Menurut Fabby, skema pembelian listrik dari pihak swasta melalui kebijakan tersebut cukup mengerikan. Pada 2019 misalnya, total pembayaran ke sejumlah IPP yang didominasi batu bara mencapai Rp 83,56 triliun. Pada 2020, naik lagi menjadi Rp 98,65 triliun. “Ini beban luar biasa," ujar Fabby.