Putin Kepada Jokowi: Kebijakan Barat Penyebab Krisis Pangan Global
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa ketidakseimbangan pasar pangan dunia merupakan konsekuensi langsung atas kebijakan makroekonomi yang tidak bertanggung jawab dari beberapa negara Barat.
Menurut Putin, alih-alih mengakui kebijakan ekonominya salah, negara-negara Barat justru makin mengacaukan produksi pertanian global dengan membatasi pasokan pupuk Rusia dan Belarusia.
“Negara-negara Barat makin mengacaukan produksi pertanian global dengan memberlakukan pembatasan pada pasokan pupuk Rusia dan Belarusia,” kata Putin dalam pernyataan pers bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), usai pertemuan keduanya di Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6).
Putin menyampaikan negara-negara Barat juga menghambat ekspor biji-bijian Rusia ke pasar dunia, memperumit asuransi kapal, dan pembayaran bank berdasarkan kontrak perdagangan.
“Saya akan tekankan sekali lagi. Rusia telah dan tetap menjadi salah satu produsen dan eksportir makanan utama dunia,” tegasnya.
Dia menyebutkan Rusia memasok produk pertanian ke 161 negara. Tahun lalu, Rusia mengekspor lebih dari 43 juta ton biji-bijian, termasuk 33 juta ton gandum.
“Tahun ini, kami mengharapkan panen biji-bijian yang baik, yang memungkinkan kami untuk meningkatkan pasokan kami ke pasar eksternal hingga 50 juta ton,” jelasnya.
Putin menyatakan Rusia siap memenuhi permintaan produsen pertanian di Indonesia dan negara-negara sahabat lainnya untuk pupuk nitrogen, fosfor, kalium, serta bahan baku untuk produksi tani.
“Pangsa pupuk mineral Rusia di pasar dunia mencapai 11 persen dan melebihi 20 persen dalam beberapa varietas. Tahun lalu, kami mengirim 37 juta ton produk ini ke luar negeri,” kata dia.
Putin menegaskan Rusia berniat untuk terus memenuhi, dengan iktikad baik, semua kewajiban kontraktualnya untuk pasokan makanan, pupuk, sumber daya energi, dan barang-barang penting lainnya. Dalam konteks ini, Rusia menganggap penting untuk memulihkan rantai pasokan yang terganggu oleh sanksi.
Sebelumnya pada KTT G7 di Elmau, Jerman, Jokowi menyerukan agar negara G7 dan G20 bekerja sama mengatasi krisis pangan yang saat ini mengancam rakyat di negara-negara berkembang, agar tidak jatuh ke jurang kelaparan dan kemiskinan ekstrem.
“Sebanyak 323 juta orang di tahun 2022 ini, menurut World Food Programme, terancam menghadapi kerawanan pangan akut. G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk mengatasi krisis pangan ini. Mari kita tunaikan tanggung jawab kita, sekarang, dan mulai saat ini,” tegas Jokowi.
Dia menekankan bahwa pangan adalah permasalahan hak asasi manusia paling mendasar. Para perempuan dari keluarga miskin dipastikan menjadi yang paling menderita menghadapi kekurangan pangan bagi anak dan keluarganya.
“Kita harus segera bertindak cepat mencari solusi konkret. Produksi pangan harus ditingkatkan. Rantai pasok pangan dan pupuk global, harus kembali normal,” kata Jokowi.
Dalam pidatonya, Jokowi menegaskan pentingnya dukungan negara G7 untuk melakukan reintegrasi ekspor gandum Ukraina dan ekspor komoditas pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok global.
Menurut Jokowi, ada dua cara untuk merealisasikan hal tersebut. Pertama adalah fasilitasi ekspor gandum Ukraina agar dapat segera berjalan. Kedua, komunikasi secara proaktif kepada publik dunia bahwa komoditas pangan dan pupuk dari Rusia tidak terkena sanksi.