Minyak Goreng MinyaKita Meluncur, DSI Minta Pengembangan Lebih Lanjut
Dewan Sawit Indonesia (DSI) menyatakan perlu ada pengembangan tambahan jika produk minyak goreng MinyaKita berhasil diterima konsumen. Hal ini penting agar tujuan MinyaKita menggantikan dominasi minyak goreng curah di pasar tercapai.
Plt Ketua Umum DSI Sahat Sinaga mengatakan salah satu strategi yang bisa dilakukan pemerintah yaitu menanggung seluruh pajak pertambahan nilai (PPN DTP) MinyaKita. Dengan demikian, harganya di pasar bisa Rp 12.600 per liter atau lebih rendah dari harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah Rp 14.000 per liter.
"Tapi (PPN DTP MinyaKita) tidak untuk jangka panjang. Dua tahun (saja selama masa) edukasi. Setelah itu, orang tahu bahwa (lebih) enak (menggunakan MinyaKita)," kata Sahat di kompleks Kementerian Perdagangan, Rabu (6/6).
Selain sebagai insentif untuk konsumen, Sahat menilai PPN DTP MinyaKita juga akan mendorong jumlah produsen yang memproduksi MinyaKita. Sahat menilai insentif berupa penambahan penghitungan MinyaKita saat ini masih kecil.
Berdasarkan catatan Katadata, produsen akan mendapatkan tambahan pencatatan distribusi sebesar 0,1-0,2 saat mendistribusikan minyak goreng dalam bentuk MinyaKita.
Dengan kata lain, perusahaan A yang mengirimkan minyak goreng dalam bentuk MinyaKita sebanyak 1 ton, akan dicatatkan telah memenuhi aturan kewajiban pasar domestik (DMO) sebesar 1,1-1,2 ton tergantung kemasan yang digunakan.
Kemendag meluncurkan MinyaKita dalam empat kemasan, yakni botol plastik, bantal plastik, jeriken, dan kantong berdiri. Selain itu, MinyaKita dijual dalam tiga ukuran, yakni 1 liter, 2 liter, dan 5 liter.
Produsen akan mendapatkan insentif 1,1 kali pencatatan DMO dari total volume distribusi jika mengemas MinyaKita dalam kantong berdiri, sedangkan kemasan lainnya akan mendapatkan insentif sebesar 1,2 kali.
Di samping itu, Sahat menyarankan agar pemerintah menyerap sebanyak 80% dari total kebutuhan minyak goreng per bulan atau sektiar 120.000 ton. Penyerapan tersebut disarankan dilakukan oleh Perum Bulog dan dijadikan sebagai stok penyangga.
Sahat mengatakan strategi tersebut dapat dengan mudah memutus relasi harga CPO internasional dan harga CPO di dalam negeri. Bulog dapat dengan mudah mengatur margin yang didapatkan dengan daya beli masyarakat.
"Itulah sarana pemerintah mengontrol (harga CPO). Kalau (kewenagan pembentukan stok penyangga) dikasih ke swasta, 2 bulan lagi hilang (minyak goreng dari pasar)," kata Sahat.
Sahat mengatakan akan menyampaikan dua strategi tersebut kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam waktu dekat. Menurutnya, dua langah ini penting agar penerimaan produk MinyaKita dan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri berjalan lancar.
Sahat mencatat inisiasi peluncuran produk minyak goreng pemerintah telah dimulai pada 2014. Adapun, MinyaKita berhasil diluncurkan setelah melewati delapan menteri.
"Sudah ada kemauan serius dan orang mau (menjalankannya). Itu langkah bak, tapi jangan sampai langkah baik ini tersandung," kata Sahat.