Sandiaga Sebut RI akan Beli Minyak Murah Rusia, Pengamat: Terlalu Naif

Muhamad Fajar Riyandanu
22 Agustus 2022, 16:34
minyak mentah rusia, sandiaga uno, impor minyak
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Sejumlah pekerja melakukan perawatan sumur Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Sejumlah pakar ekonomi energi menilai ada sejumlah risiko yang dihadapi Indonesia jika memutuskan untuk membeli minyak mentah dari Rusia seperti yang diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyebut Sandiaga Uno tak paham konteks geopolitik dalam bisnis energi minyak dan gas bumi (migas). Walau harga minyak yang ditawarkan Rusia lebih murah, Indonesia harus siap menanggung biaya tak terduga lainnya.

Fahmy menjelaskan, sejumlah risiko seperti meluasnya embargo energi ke Indonesia yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutu bisa berdampak luas bagi perekonomian Indonesia.

Fahmy mengkritisi perkataan Sandiaga Uno yang mengatakan masyarakat hanya akan merasakan dampak tidak bisa membeli produk-produk AS jika Indonesia dikenakan sanksi embargo. Salah satu produk yang disebut adalah restoran cepat saji asal Amerika Serikat McDonald's (McD).

"Sandiaga nantang, kalau diembargo maka gak usah makan McD. Ini McD tenaga kerjanya siapa, dari mana? Kalau semua gak makan McD mereka bangkrut, kita juga yang rugi. Sandiaga terlalu naif," kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Senin (22/8).

Fahmy menambahkan, membeli minyak dari Rusia merupakan hal yang berisiko tinggi. Pasalnya, belum lama ini, kapal tanker milik Pertamina pernah dicegat oleh sejumlah aktivis lingkungan Greenpeace pada akhir Maret lalu sebagai bentuk protes atas invasi Rusia ke Ukraina.

Saat itu, kapal tanker Pertamina Prime milik PT Pertamina Internasional Shipping (PIS) sedang melakukan pengiriman minyak dari Rusia di lepas pantai Denmark. kapal tersebut dijadwalkan bakal bertemu dengan kapal tanker Seaoath yang dilaporkan membawa 100.000 ton minyak mentah dari Rusia.

"Memang dapat diskon 30%, tapi perlu diperhitungkan biaya diplomatiknya, karena ada biaya lain yang itu harus diperhitungkan. Kalau biaya itu lebih besar dari biaya diskon, maka gak ada gunanya," kata Fahmy. "Maka sebaiknya saat ini jangan beli dulu minyak dari Rusia."

Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, realisasi pembelian minyak dari Rusia tidak semudah yang dikatakan oleh Sandiaga. Faktor-faktor lain seperti sikap AS yang menentang konflik antara Rusia dan Ukraina juga harus diperhitungkan.

Apalagi, Indonesia merupakan mitra datang AS terbesar nomor lima di Asia Tenggara, dengan nilai US$ 37,02 miliar pada 2021. Terdiri dari ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 25,77 miliar dan impor Indonesia dari AS senilai US$ 11,25 miliar.

"Jangan sampai Indonesia juga dicap sebagai negara pendukung perang, ini bisa mengganggu upaya diplomasi Indonesia dengan sejumlah negara," kata Mamit kepada Katadata.co.id.

Selain itu, Mamit menjelaskan bahwa pemerintah juga harus menyesuaikan spesifikasi minyak Rusia agar bisa diolah di kilang dalam negeri. Beragam aspek seperti kadar kekentalan dan tambahan campuran petrokimia perlu dikaji lebih lanjut sebelum memutuskan untuk membeli minyak dari Rusia.

Mamit memperkirakan pemerintah tak akan membeli minyak dari Rusia walau adanya tawaran diskon 30% di tengah tingginya harga minyak. Pada Senin (22/8), harga minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 95,06 per barel. Sementara harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 89,07 per barel.

"Okelah Pak Sandiaga benar harga minyak lebih murah, tapi kan tidak semudah itu. Saya kira pemerintah gak akan beli minyak dari Rusia kecuali pemerintah berani tidak sepakat dengan AS. Seperti yang dilakukan Cina dan India," ujar Mamit.

Sebelumnya, Menteri Parekraf, Sandiaga Uno menyebut, Presiden Jokowi dikabarkan setuju untuk mengimpor minyak dari Rusia. Hal ini karena harga minyak dunia yang saat ini sedang bergejolak di tengah perang Rusia dan Ukraina.

"Rusia nawarin ke kita, 'eh lu mau enggak India sudah ambil nih minyak kita, harganya 30% lebih murah daripada harga pasar internasional'. Kalau buat teman-teman CEO Mastermind ambil gak? Ambil. Pak Jokowi pikir yang sama, ambil," kata Sandiaga seperti dikutip di akun Instagramnya, Sabtu (20/8).

Sandiaga juga menuturkan, jika Indonesia dikeluarkan dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications (SWIFT), maka Indonesia bisa mengkonversi pembayarannya dalam bentuk Rubel.

"Kata Rusia tidak perlu takut, bayar pakai rubel saja. Konversi rupiah ke rubel, nah ini teman-teman di sektor keuangan lagi menghitung," ujar Sandiaga.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...