Subsidi dan Kompensasi Listrik Bantu PLN Tekan BPP Listrik dari Gas
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berharap pasokan gas bumi untuk pembangkit listrik tetap terjaga di tengah capaian lifting migas yang terus merosot setiap tahunnya.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (RAPBN) 2023, target lifting gas berada di level 1,05 juta barel setara minyak per hari. Angka ini lebih rendah dibandingkan target tahun ini sebesar 1,36 juta barel setara minyak per hari.
EVP Gas dan BBM PLN, Rahmad Ashari, menyampaikan bahwa PLN mendapat harga khusus berupa kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang mengatur penjualan gas PLN seharga US$ 6 per metric million British thermal unit (mmBtu).
Dia menjelaskan, salah satu faktor yang menentukan dalam perhitungan Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) adalah biaya bahan bakar gas yang jauh lebih mahal dari biaya batu bara. Pada tahun 2020, dalam satuan Rp/Kwh, biaya gas dua kali lipat lebih mahal daripada batu bara.
Saat itu, harga gas yang sudah mendapat fasilitas HGTB berada di US$ 7,35 per mmBtu. Ini lebih tinggi dari biaya batu bara di US$ 2,97 per mmBtu. Selisih tersebut mengecil pada 2021. Saat itu, harga gas itu US$ 6,7 per mmBtu sementara batu bara berada di US$ 3,17 per mmBtu.
Adanya HGBT berdampak pada penurunan biaya bahan bakar gas sekitar US$ 741 juta pada 2021 dan berdampak langsung pada penghematan di PLN sebesar US$ 750 juta. "Tapi dampak terhadap subsidi dan kompensasi mencapai Rp 13,5 triliun," kata Ashari dalam Webminar bertajuk Arah Baru Industri Hulu Migas pada Kamis (25/8).
Ashari melanjutkan, keberlangsungan kebijakan HGBT sangat bergantung oleh besaran subsidi dan kompensasi listrik pada tahun-tahun mendatang. Selain itu, kebijakan HGBT juga sangat tergantung pada produksi lifting gas di Tanah Air.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan investasi lebih lanjut guna meningkatkan produksi gas. Adapun salah satu lapangan yang menjadi pasokan utama gas PLN adalah Lapangan Tangguh di Papua.
"Akan ada pengembangan kilang ketiga pada tahun 2023. Setelah kilang tersebut, beroperasi, sepertinya memang tidak bisa dielakan bahwa harga gas Tangguh akan naik pada tahun-tahun yang akan datang," ujar Ashari.
Sub Koordinator Penyiapan program pemanfaatan Migas Kementerian ESDM, Syafrudin Setiawan mengakui bahwa realisasi produksi gas sejak 2015 cenderung mengalami penurunan.
Kementerian ESDM saat ini tengah berupaya mengembangkan beberapa sumber baru seperti lapangan gas Jambaran Tiung Biru, HCML di Selat Madura dan proyek laut dalam Indonesia Deepwater Development (IDD).
"Dalam beberapa tahun ke depan diharap akan dapat mempertahankan produksi gas bumi, karena mayoritas realisasi pemanfataan gas bumi berada di sektor industri dan pembangkit listrik. 60% lebih produksi gas bumi dimanfaatkan untuk domestik," tukas Syafrudin.