Pengusaha Tambang Sebut Batu Bara Dapat Biayai Pensiun Dini PLTU

Muhamad Fajar Riyandanu
27 September 2022, 09:38
Sebuah truk pengangkut batu bara melintasi jalan tambang batu bara di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu (7/7/2021). Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2021 naik sebesar US$15,02 per ton menjadi US
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.
Sebuah truk pengangkut batu bara melintasi jalan tambang batu bara di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu (7/7/2021). Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2021 naik sebesar US$15,02 per ton menjadi US$115,35 per ton dibandingkan harga bulan sebelumnya yang berada pada level US$100,33 per ton karena dipicu peningkatan konsumsi di negara-negara Asia Timur. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.

Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA) berharap pemerintah dapat memaksimalkan potensi batu bara sembari mengupayakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widajatno, menyebut batu bara bakal menjadi sumber energi primer sekalipun pemerintah menargetkan Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060.

"Batu bara akan tetap eksis dengan bantuan teknologi yang menghasilkan energi bersih tanpa meninggalkan energi fosil," ujarnya dalam Webminar Bedah Buku Tambang Transformatif oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara pada Senin (26/9).

Selain menggunakan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilizaton and storage (CCUS) untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan PLTU, eksistensi batu bara dalam bauran energi di Indonesia bisa dikembangkan melalui ekspansi teknologi gasifikasi.

"Teknologi akan menjawab ini. Ini tantangan bagi teman-teman yang sedang meneliti. Bukan hanya dengan menggunakan CCUS tapi juga hilirisasi batu bara untuk mengurangi gas efek rumah kaca dan emisi CO2," kata Djoko.

Industri pertambangan telah berkontribusi terhadap pendapatan negara dalam APBN. Menurutnya, setidaknya 37% penghasilan perusahaan pertambangan telah disetorkan ke negara dalam bentuk royalti maupun pajak.

"Mengapa sibuk dengan mencari pinjaman untuk EBT dan sebagaimana, kita menjadi paranoid seperti itu. Ini bisa diatasi oleh teman-teman yang sedang mencari bentuk energi bersih dan terbarukan lewat batu bara untuk mengangkat gas rumah kaca dan emisi CO2," sambung Djoko.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...