Pensiun Dini PLTU Butuh Dana Jumbo, Dari Mana Sumber Pembiayaannya?

Muhamad Fajar Riyandanu
13 Oktober 2022, 18:45
pensiun dini pltu, kementerian esdm, pendanaan
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022).

Kementerian ESDM tengah menjalin komunikasi sejumlah lembaga internasional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia untuk membantu pendanaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan skema hibah dan pinjaman.

Pemerintah juga mendorong penghimpunan dana dari lembaga keuangan dalam negeri dan penggunaan APBN. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan, langkah ini diambil untuk menekan alokasi anggaran APBN untuk pensiun dini PLTU.

"Kalau hanya dari APBN terlalu berat karena saat ini kita tahu sendiri memang butuh dana," kata Feby saat ditemui di Thamrin Nine Ballroom Jakarta pada Kamis (13/10).

Meski demikian, Feby tak menjelaskan lebih lanjut soal berapa total nilai pendanaan yang dibutuhkan untuk menjalankan pensiun dini. Walau sebagian dana yang diperoleh dari lembaga internasional berasal dari skema pinjaman, Feby menjamin pinjaman tersebut memiliki fasilitas bunga rendah.

"Pasti investasinya besar. PLTU yang harus dipensiunkan itu harus memperhitungkan untung rugi, misal jangka waktu 30 tahun tapi harus pensiun di 15 tahun, gap 15 tahun ini gimana? ini kan harus ditanggung biayanya," ujarnya.

Sejauh ini Kementerian ESDM masih melakukan kajian atau seleksi terhadap PLTU yang operasinya akan dihentkan. Namun Feby tak menjelaskan lebih rigit soal PLTU mana saja yang sudah masuk dalam daftar Kementerian ESDM.

"Kami sedang melakukan kajian mengenai itu, memang ada kajian versi ESDM, banyak hal yang harus dilihat, Misalnya pendanaan, dampak kepada tenaga kerja," tutur Feby.

Merujuk pada kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama University of Maryland, Amerika Serikat (AS) bertajuk Assessing the Retirement Plan and Financial Need for Accelerated and Just Coal Power Phaseout in Indonesia, estimasi pendanaan untuk pensiun dini PLTU mencapai US$ 27,5 miliar atau Rp 422 triliun hingga 2050.

Laporan tersebut juga mencatat ada 12 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan total kapasitas 4,5 gigawatt (GW) yang layak menjadi sasaran pensiun dini dalam kurun waktu 2022 sampai 2023.

Adapun 12 PLTU tersebut mayoritas terletak di Pulau Jawa dan sisanya di Sumatera dan Kalimantan. Berikut daftar PLTU layak phase out atau pemberhentian secara bertahap versi IESR:

A. PLTU Jawa
1. PLTU Suralaya Banten 1.600 megawatt (MW)
2. PLTU Merak Banten 120 MW
3. PLTU Cilacap Jawa Tengah 600 MW
4. PLTU PLN Paiton Jawa Timur 800 MW
5. PLTU Babelan Cikarang Jawa Barat 280 MW

B. PLTU Sumatera
1. PLTU Bangka Baru Bangka Blitung 60 MW
2. PLTU Tarahan Lampung 100 MW
3. PLTU Ombilin Sumatera Barat 280 MW
4. PLTU Bukit Asam Muara Enim Sumatera Selatan 260 MW

C. PLTU Kalimantan
1. PLTU Asam-asam Kalimantan Selatan 260 MW
2. PLTU Tabalong Kalimantan Selatan 200 MW
3. PLTU Tabalong Wisesa Kalimantan Selatan 60 MW.

Sementara menurut lembaga think tank TransitionZero, Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 37 miliar atau setara Rp 568 triliun dengan kurs saat ini, untuk pensiun dini 118 PLTU batu bara.

Menurut analisis lembaga ini, ada beberapa PLTU yang sudah layak dipensiunkan, di antaranya PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, PLTU Paiton di Jawa Timur, dan PLTU Banten Suralaya di Banten.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...