Dua Langkah Andalan Kementerian ESDM Atasi Kelebihan Pasokan Listrik
Kementerian ESDM tengah menjalankan upaya untuk mengurangi kelebihan pasokan listrik atau oversuppy melalui dua mekanisme, yakni meningkatkan rasio elektrifikasi untuk meningkatkan permintaan listrik dan menghentikan beberapa kegiatan produksi listrik.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, menjelaskan upaya mendongkrak permintaan listrik dapat dilakukan dengan memasifkan penggunaan kendaraan listrik dan kompor listrik.
Sementara pengurangan pasokan listrik berlebih bisa atasi dengan phase out atau pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara bertahap. Dadan menyebut, kondisi oversuppy listrik inilah yang menjadi sebab minimnya serapan listrik EBT ke dalam sistem jaringan listrik PLN.
PLN mengalami kelebihan suplai listrik yang cukup besar karena penambahan pasokan tak dibarengi dengan peningkatan serapan listrik. Di Pulau Jawa akan masuk 6.800 megawatt (MW) atau 6,8 gigawatt (GW) listrik dalam satu tahun ke depan, sementara penambahan permintaan hanya 800 MW.
Kondisi serupa juga terjadi di Pulau Sumatera yang mengalami penambahan kapasitas 5 GW selama tiga tahun ke depan hingga 2025. Sementara penambahan permintaan listrik hanya berada di 1,5 GW. Kejadian serupa juga terjadi di Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.
"Kita sekarang sedang kelebihan listrik, dan itu listrik yang tidak hijau. Analoginya kalau jualan, punya barang lebih trus ada yang mau nitip jual, gimana bisa saya beli wong saya juga sekarang punya stok lebih banyak. Kalau kelebihan suplainya sudah habis, listrik dari energi terbarukan bisa lebih cepat masuk," kata Dadan saat menjadi pembicara dalam acara Cut the Tosh Collaboration Summit di Thamrin Nine Ballroom Jakarta, Rabu (19/10).
Peluang bisnis listrik EBT
Penyediaan listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) dinilai bisa menjadi peluang bisnis baru bagi pelaku usaha energi. Alasannya, pemerintah saat ini menargetkan produksi listrik bersih sejumlah 20,9 GW ke dalam sistem PLN hingga 2030. "Selain menghasilkan listrik yang bersih, dalam pandangan saya, ini peluang usaha," ujar Dadan.
Dalam paparannya, Dadan memproyeksikan kapastias pembangkit listrik EBT hingga 2060 mencapai 708 GW dengan komposisi mayoritas berasal dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 421 GW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 94 GW, dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 72 GW.
Dadan menyebut, Indonesia punya potensi sumber EBT mencapai 3.600 GW yang bakal dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Adapun sisinya lebihnya akan menjadi peluang ekspor tenaga listrik ke luar negeri.
"Sumbernya 3.600 GW, ini jauh lebih dari cukup sehingga ke depan misalnya nanti kerja sama dengan neagra lain, ekspor tenaga lsitrik kalau keperluan di dalam negerinya sudah terpenuhi," jelas Dadan.
Guna mengatasi kendala intermiten pada sumber listrik yang berasal dari EBT seperti PLTS, Kementerian ESDM dan PLN akan mengembangkan smart grid dan teknologi penyimpanan atau storage dengan media baterai.
Rencana produksi listrik dari tenaga nuklir juga akan disambungkan pada sistem mulai 2039 dengan kapasitas 31 GW. "Mungkin sampai lima tahun ke depan kita tidak akan terlalu banyak melihat peran dari transisi energi, tapi ini akan terus berproses dan terus berjalan sampai 2060," tutur Dadan.