Operasikan Smelter Ausmelt Akhir November, PT Timah Bisa Efisiensi 25%
PT Timah Tbk (TINS) memastikan proyek smelter timah berteknologi Ausmelt Furnace telah rampung 100% dan dapat beroperasi pada akhir November 2022. Smelter ini dapat mengolah timah kadar rendah, dan dapat menekan biaya pengolahan hingga 25%.
PT Timah melakukan transformasi teknologi pengolahan timah kadar rendah dengan membangun Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Pengoperasian ausmelt dapat menekan biaya pengolahan sebesar 25% dibandingkan dengan menggunakan Reverberatory Furnace,” kata Sekretaris Perusahaan PT Timah Abdullah Umar Baswedan, Kamis (3/11).
Dia menjelaskan bahwa tujuan transformasi teknologi pengolahan itu untuk optimalisasi teknologi, peningkatan kapasitas, efisiensi produksi dan keselamatan serta kesehatan lingkungan. PT Timah menggandeng Outotec Australia yang berpusat di Finlandia sebagai provider teknologi TSL Ausmelt Furnace.
“Dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace tentunya dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien,” ucapnya.
Menurut dia, pembangunan TSL Ausmelt Furnace sendiri adalah strategi untuk menjawab tantangan yang dihadapi industri pertambangan timah saat ini yang ketersediaan biji timah dengan kadar tinggi atau diatas 70% Sn sudah terbatas.
“Teknologi peleburan timah yang dimiliki PT Timah saat ini, Tanur Reverberatory tidak mempunyai fleksibilitas mengolah konsentrat bijih Timah kadar rendah (< 70% Sn),” katanya.
Teknologi peleburan timah yang dimiliki PT Timah saat ini, Tanur Reverberatory tidak mempunyai fleksibilitas mengolah konsentrat bijih timah kadar rendah di bawah 70%. Selain itu, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk melebur timah dan perak.
Tanur Reverberatory menggunakan bahan bakar minyak dengan reduktor batu bara jenis antrasit yang lebih banyak dan membutuhkan biaya yang relatif besar. Simak negara produsen timah terbesar di dunia pada databoks berikut:
Untuk mampu bersaing dengan industri pertambangan timah dunia, perseroan harus menekan biaya produksi sehingga penggunaan teknologi menjadi hal yang harus dilakukan untuk menjawab tantangan ke depan.
Abdullah Umar berharap smelter ini mampu mengolah konsentrat bijih timah dengan kadar rendah mulai dari 40% dengan kapasitas produksi 40.000 ton timah kasar per tahun atau 35.000 metrik ton ingot per tahun.
Selain itu, dari sisi pengoperasian smelter ausmelt dilakukan dengan proses otomasi dengan sistem kontrol. Fasilitas ini menggunakan bahan bakar batu bara jenis sub-bituminus yang cenderung lebih mudah didapatkan di Indonesia.
Waktu pengolahan juga lebih singkat karena satu batch pengolahan hanya membutuhkan waktu sekitar 10,5 jam. Sedangkan, Reverberatory membutuhkan waktu 24 jam per batch.
“Selain itu, di tengah gencarnya isu lingkungan yang menyoroti perusahaan pertambangan, TSL Ausmelt Furnace lebih safety dan menerapkan teknologi ramah lingkungan karena dilengkapi dengan hygien system dan waste water treatment,” imbuhnya.