Pemerintah Alokasikan 17,6 juta KL Biodiesel pada 2023, 87% Untuk B40
Kementerian ESDM menetapkan 21 badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) untuk mengamankan kapasitas terpasang atau alokasi biodiesel sebesar 17,60 juta kilo liter (KL) pada 2023. Alokasi tersebut salah satunya untuk implementasi B40 yang baru saja menyelesaikan uji jalan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan kebutuhan alokasi volume biodiesel apabila diimplemeentasikan B40 diperkirakan sebesar 15,03 juta KL.
“Dapat disimpulkan bahwa kapasitas terpasang biodiesel masih lebih tinggi dari total alokasi biodiesel untuk B40 atau sekitar 87%,“ kata Dadan kepada Katadata.co.id, Kamis (3/11).
Menurut Dadan, tahun ini ada beberapa badan usaha yang menambah kapasitas produksinya, yakni PT Smart Tbk yang semula 440.517 KL menjadi 1.132.759 KL dan PT Energi Unggul Persada dari 948.776 KL menjadi sebesar 2.313.793 KL. "Saat ini setiap BUBBN telah mempersiapkan produksi biodiesel untuk spesifikasi B40," ujar Dadan.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian ESDM hampir menyelesaikan uji jalan (road test) penggunaan B40 pada kendaraan bermesin diesel. Dari road test yang sudah berjalan sejauh 50.000 kilometer (KM), B40 tidak menyebabkan mesin mogok, dan kendaraan dapat beroperasi layaknya menggunakan solar biasa.
Sejauh ini, uji jalan B40 masih tersisa 6.000 KM lagi dan jika sudah selesai maka akan didapat kesimpulan final hasil test yang menjadi rujukan.
Adapun pemakaian bahan bakar nabati (BBN) khususnya biodiesel diharapkan menjadi upaya strategis untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia.
“Pertama saya senang perfoma B40 bisa merespon kebutuhan energi kendaraan. Kedua, emisinya bisa turun karena pemanfaatan Bioenergi makin tinggi. Kita patut bersyukur negeri kita ini memberikan potensi sumber energi yang banyak," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif, dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM pada Rabu (2/11).
Menurut dia, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengembangan energi baru terbarukan untuk mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri yang selama ini dipenuhi melalui impor.
“Kita bayangkan sekarang produksi minyak kita kira-kira 650.000 barel per hari sedangkan kebutuhan kita 1,3 juta bph. Apa jadinya kalau kita tidak bisa beli yang 650 ribu barel karena tidak ada pasokan. Apalagi kemampuan kita itu cuma 50%, separuhnya dipenuhi dari impor,” ujar Arifin.