Konsumsi Energi Sudah Normal, RI Kekurangan Minyak 30.000 Barel/Hari

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa Indonesia kekurangan minyak sekitar 30.000 barel per hari (bph) untuk konsumsi di dalam negeri. Angka ini merupakan selisih dari produksi migas dengan konsumsi energi yang sudah kembali normal pascapandemi.
Oleh karena itu Arifin berharap agar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat mengoptimalkan produksinya, terutama dalam jangka pendek dan memiliki strategi jitu untuk jangka panjang.
“Saat ini konsumsi energi di Indonesia sudah cenderung normal. Dari produksi migas terlihat ada shortage sekitar 30.000 bph. Shortage jika tidak diatasi akan menukik ke level yang luar biasa,” kata Arifin dalam 5th CEO Forum dengan KKKS migas, dikutip dari siaran pers Senin (30/1).
Untuk menekan konsumsi minyak, lanjut Arifin, pemerintah telah melakukan upaya untuk mendorong konversi listrik pada sektor transportasi. Namun konversi ini membutuhkan proses dan tidak bisa cepat karena mata rantai yang panjang.
Namun, pemerintah juga telah memberikan berbagai dukungan, berupa insentif untuk sektor hulu migas agar produksi dapat ditingkatkan. “Pemerintah akan memberikan dukungan atas upaya peningkatan produksi migas, kami siap memberikan doping (insentif) untuk industri hulu migas,” ujarnya.
Apalagi dinamika politik global masih belum menunjukkan kepastian dengan konflik Ukraina dan Rusia yang memiliki kecenderungan tensi yang meninggi. Sanksi yang dijatuhkan negara-negara barat kepada Rusia berupa price cap atau pembatasan harga berpotensi menyebabkan pasokan minyak, gas, dan energi lainnya berkurang.
“Saya harap program yang telah ditetapkan untuk meningkatkan produksi migas nasional bisa diikuti dan dimonitor dengan baik yang menghasilkan capaian sesuai harapan. Tahun 2023 bisa melakukan yang lebih baik dibandingkan tahun lalu dan sebelunya,” ujar Arifin.
Sementara itu Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan bahwa investasi hulu migas untuk 2023 ditargetkan mencapai US$ 15,5 miliar atau meningkat 26% dibandingkan 2022, dan lebih tinggi dari pertumbuhan investasi global yang hanya sekitar 6,5%. Target tersebut juga yang tertinggi sejak 2026.
Dwi menyebut kenaikan Investasi tersebut sebagai bukti nyata bahwa perubahan untuk membawa kembali kebangkitan industri hulu migas untuk mencapai milestone baru dengan produksi minyak dan gas terbesar sepanjang masa di tahun 2030, telah ada.
“Peningkatan ini salah satunya ditunjang dari peningkatan investasi eksplorasi, setelah lebih dari 7 tahun berada di bawah US$ 1 miliar, pada 2023 sebesar US$ 1,7 miliar atau meningkat 112% dari investasi 2022. Keberhasilan menemukan cadangan migas yang baru adalah pondasi untuk keberlanjutan industri hulu migas di masa depan,” kata Dwi.