Ekspor Tembaga Dilarang, Freeport Berpotensi Merugi Rp 120 T per Tahun
Pemerintah akan menerapkan kebijakan larangan ekspor tembaga mentah mulai pertengahan tahun ini. Salah satu perusahaan yang akan terdampak signifikan kebijakan ini adalah PT Freeport Indonesia (PTFI).
Menteri ESDM Arifin Tasrif memperkirakan kebijakan larangan ekspor tembaga akan menyebabkan Freeport merugi US$ 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun per tahun dengan asumsi harga bijih tembaga senilai US$ 4,5 per pon.
Hal ini berpotensi merugikan negara mengingat negara menguasai 51% Freeport. Oleh karen yaitu Presiden Joko Widodo sedang menggodok cara untuk mengendalikan potensi kerugian Freeport akibat kebijakan larangan ekspor tembaga.
"Enggak spesifik relaksasi ekspor untuk Freeport, tapi hasil dari tambang Freeport dialihkan ke pengusaha lain dan diolah menjadi barang setengah jadi," kata Arifin di Istana Kepresidenan, Senin (3/4).
Arifin menyampaikan saat ini konsentrat tembaga milik Freeport telah diolah oleh smelter-smelter di penjuru negeri. Salah satunya yaitu smelter di Gresik.
Di sisi lain, progres pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter tembaga milik Freeport kini telah mencapai 60%. Sebagai informasi, kocek yang harus dirogoh Freeport Indonesia untuk fasilitas tersebut mencapai US$ 2 miliar.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberikan kelonggaran waktu bagi Freeport untuk menyelesaikan proyek pembangunan smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur.
Dalam Izin Usaha pertambangan Khusus (IUPK) milik Freeport, tertulis jangka waktu penyelesaian Smelter Gresik paling lambat 5 tahun sejak IUPK itu diterbitkan pada Desember 2018. Sehingga penyelesaian pembangunan smelter maksimal rampung pada Desember 2023.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin, menyampaikan bahwa komoditas konsentrat tembaga merupakan mineral strategis sehingga keputusan moratorium barang tambang tersebut masih belum diputuskan secara final.
"Nanti biar diputuskan oleh pimpinan karena ini isunya agak strategis, jadi biar bukan pada level saya saja yang menyampaikan," kata Ridwan saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN pada Selasa (21/3).
Ridwan pun enggan memberikan keterangan lebih lanjut ihwal potensi relaksasi pada pelarangan ekspor konsentrat tembaga seiring langkah PT Freeport Indonesia yang mengajukan permohonan ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun ini. "Belum ada keputusan soal itu," ujarnya.