PLN Batalkan Proyek PLTU 13,3 GW Demi Target Dekarbonisasi dan EBT
PLN telah membatalkan sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan kapasitas total 13,3 gigawatt (GW). Langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) dan menekan emisi karbon dari pembangkit fosil.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7).
“Kami juga sudah melakukan pembatalan PPA (power purchase agreement) sekitar 1,3 GW untuk PLTU yang artinya juga menghindari sekitar 170 juta metrik ton Co2 selama 25 tahun,” ujar Darmo, sapaan akrabnya.
Untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan dekarbonisasi, PLN juga melakukan sejumlah langkah lainnya seperti mengganti 1,1 GW PLTU dengan energi terbarukan dan 800 megawatt (MW) PLTU dengan pembangkit gas.
“Kami juga mengganti 1,1 GW PLTU dalam fase perencanaan dan menggantikannya dengan energi baru terbarukan, yang artinya ini juga mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 150 juta ton selama 25 tahun. Penggantian 800 MW PLTU dengan pembangkit gas ini mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 60% dibanding dengan menggunakan batu bara,” kata dia.
Kemudian, PLN melakukan co-firing biomassa pada 37 PLTU dan akan mencapai 52 PLTU pada 2025. Selanjutnya, PLN juga merencanakan dan mengembangkan 21 GW pembangkit EBT dalam RUPTL 2021-2030 yang disebut sebagai RUPTL terhijau seiring porsi pengembangan energi terbarukan yang lebih besar.
“Dalam proses ini kami merancang RUPTL yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia, yaitu 21 GW penambahan pembangkit energi baru terbarukan atau 51,6% penambahan pembangkit adalah berasal dari energi baru terbarukan,” kata dia.
PLN juga melakukan program dedieselisasi 1 GW, roll-out smart grid di beberapa pulau, menstimulasi konsumsi EBT melalui green energy as a service, dan memperluas ekosistem kendaraan listrik, di mana sampai saat ini ada sekitar 600 unit stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Tambahan Kapasitas Listrik Hijau 2023
PLN menyampaikan bahwa empat proyek pembangkit listrik hijau bakal beroperasi tahun ini. Dua proyek tersebut adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung Waduk Cirata, Jawa Barat dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Peusangan, Aceh.
Tambahan produksi setrum bersih juga akan datang dari pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Dieng, Wonosobo dan PLTP Sokoria di Nusa Tenggara Timur dengan total kapasitas 13 megawatt (MW). Dua PLTP itu bakal beroperasi komersial pada akhir 2023.
Adapun gabungan keempat proyek pembangkit energi terbarukan tersebut dapat menyumbang tambahan listrik bersih hingga 203 megawatt (MW).
Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Wiluyo Kusdwiharto, menyebut proyek PLTS sebagai ladang setrum terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas pembangkit 145 megawatt peak (MWp) dengan harga listrik 5,8 sen dolar per kilowatt jam (kWh).
"PLTS Apung yang mungkin terbesar di Asia Tenggara di Cirata Insya Allah tahun ini beroperasi," kata Wiluyo di The Neighbourhood Jakarta pada Rabu (5/7).
Adapun PLTA Peusangan terbagi menjadi tiga, PLTA Peusangan I berkapasitas 45 MW ditargetkan beroperasi pada akhir tahun ini untuk kemudian disusul oleh PLTA Peusangan II berkapasitas 43 MW pada Juli 2024. "Kemudian tahun ini juga ada proyek besar di Sumatera, PLTA Peusangan," ujar Wiluyo.
Lebih lanjut, operasional PLTP Dieng berkapasitas 10 MW merupakan terusan dari proyek small scale yang merupakan pembangkit lanjutan dari PLTP eksisting Dieng berkapasitas 60 MW. Tambahan produksi listrik 10 MW di wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng dari turbin pembangkit small scale yang dioperasikan PT Geo Dipa Energi.
Sementara itu, PLTP Sokoria bakal menyembang aliran listrik panas bumi berkapasitas 3 MW. Kapasitas produksi listrik PLTP Sokoria lebih kecil dari target awal 5 MW.