LSM Lingkungan Minta Aturan Perdagangan Karbon Libatkan Masyarakat
Pemerintah tengah menggodok peraturan presiden (Perpres) yang akan menjadi landasan hukum perdagangan karbon. Hal ini mengingat potensi tambahan pendapatan dari proses jual beli kredit karbon cukup besar.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudi Syaf mengusulkan agar peraturan jual beli kredit karbon bisa diikuti masyarakat supaya nilai ekonomi karbon dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Adapun salah satu contoh penerapan skema perdagangan karbon secara sukarela dapat dijumpai di kawasan hutan lindung Bujang Raba (Bukit Panjang Rantau Bayur) Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Warga di wilayah tersebut telah memperdagangkan karbon dan telah memperoleh Rp 2,4 miliar dari jasa merawat hutan.
"Ini masih kecil karena kami dalam skema comunity carbon tidak masuk yang besar. Jadi kami masih menampung pembeli individu," kata dia dalam webinar Katadata bertajuk "Earth Day Forum 2021", Rabu (21/4).
Oleh sebab itu ia mengharapkan supaya aturan perdagangan karbon yang saat ini tengah disusun oleh pemerintah dapat melibatkan masyarakat. Pasalnya selama ini masyarakat hanya melayani pembelian jumlah karbon skala kecil.
Khususnya yang diperuntukkan bagi individu yang mengalami defisit emisi. Padahal jika skema perdagangan karbon ini nantinya dapat dibuka ke masyarakat, potensi pendapatan dari sektor ini akan cukup besar.
"Karena ini yang dikumpulkan kecil kecil ke individu. Jadi yang didapat baru sekitar Rp 2,4 miliar. Kalau dengan perusahaan besar itu sekali bayar 300 ribu ton karbon di kali US$ 6.000 jadi US$ 1,8 juta," ujarnya.
Direktur Utama BPDLH Kementerian Keuangan Djoko Hendratto mengatakan pihaknya hingga saat ini masih menanti arahan pemerintah terkait perdagangan karbon. "Nanti dipersiapkan. Tetapi idealnya memang seluruh pihak karena sustainability di sana," ujarnya.
Seperti diketahui, uji coba perdagangan karbon di sektor energi akan mulai berlangsung di Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan 80 unit pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dalam rangka pengujian tersebut.
Rinciannya, 19 unit pembangkit berkapasitas lebih dari 400 megawatt (MW). Lalu, 51 unit PLTU kapasitasnya 100 megawatt sampai 400 MW. Terakhir, 10 unit PLTU mulut tambang dengan daya 100 sampai 400 megawatt.
Dengan upaya ini, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana optimistis emisi karbon dioksida dapat turun. “Khususnya di sektor energi karena mitigasi di pembangkit listrik,” ujarnya dalam Launching Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi 2021, Kamis (18/3).
Untuk saat ini, uji coba pasar karbon sektor energi hanya dilaksanakan di sub sektor ketenagalistrikan, khususnya PLTU. Penerapannya memakai tiga skema yakni cap, trade, dan offset.
Skema cap adalah batas emisi gas rumah kaca (GRK) yang ditetapkan pemerintah. Trade merupakan perdagangan selisih tingkat emisi karbon terhadap cap. Offset adalah penggunaan kredit karbon dari kegiatan mitigasi di luar lingkup emission trading system (ETS) untuk mengurangi emisi.