Beda dengan Hulu Migas, Skema Cost Recovery Tak Cocok untuk Panas Bumi
Wacana penerapan skema cost recovery untuk pengembangan sektor panas bumi, seperti halnya sektor hulu migas, kembali muncul. Namun para pelaku usaha di sektor panas bumi menilai konsep tersebut kurang cocok.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan di sektor hulu migas, produk yang dihasilkan dimiliki oleh pemerintah. Kemudian kontraktor mengajukan biaya-biaya yang timbul untuk diganti. Pemerintah mengganti biaya-biaya tersebut dengan pengurangan minyak atau gas bagian pemerintah.
Sementara untuk panas bumi, uap yang dihasilkan atau listrik yang dijual adalah milik pengembang. Pengembang kemudian wajib membayar royalti, production bonus, dan kewajiban iuran lainnya.
Di samping itu, dalam industri hulu migas, jika kontraktor tidak menemukan cadangan migas, maka biaya yang dikeluarkan kontraktor tidak akan diganti oleh pemerintah. Penggantian biaya eksplorasi baru diganti jika suatu blok migas dinyatakan komersial sehingga ada bagian pemerintah yang bisa dikurangi untuk cost recovery.
"Saya jujur tidak mengerti konsep cost recovery yang diusulkan untuk panas bumi agar harga bisa turun," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (16/7).
Adapun dalam mengembangkan panas bumi, pemerintah sendiri sebenarnya telah menginisiasi adanya program Government Drilling, suatu program yang diharapkan mampu mengurangi risiko hulu pengeboran. Simak databoks berikut: