Bahan Bakar Kapal Rendah Sulfur Kunci Dekarbonisasi Sektor Perkapalan

Image title
10 November 2021, 11:48
kapal, emisi karbon, dekarbonisasi, maritim, pelabuhan
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Sebuah kapal kargo dengan dipandu kapal tunda bersiap berlabuh untuk melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (10/1/2021).

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memetakan kesiapan Indonesia dalam upaya dekarbonisasi industri perkapalan dan pelabuhan (Decarbonizing Shipping and Port) dengan penggunaan bahan bakar kapal (marine fuel oil/MFO) rendah sulfur di Selat Malaka dan Selat Sunda.

Ini dilakukan guna mempercepat upaya pengurangan emisi menjadi net-zero emission dan implementasi green port. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo mengatakan seluruh negara di dunia mulai kembali menegaskan komitmennya pada tahun ini terhadap persoalan lingkungan dan perubahan iklim.

Penegasan komitmen tersebut juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada COP26 UNFCCC untuk Indonesia dapat memenuhi komitmen pengurangan emisi sebesar 29% pada 2030.

Pada 1 Januari 2020, Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) telah memberlakukan batasan baru kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak yang digunakan di kapal. Aturan yang dikenal sebagai "IMO 2020" tersebut membatasi sulfur hingga 0,50% m/m dari batas sebelumnya sebesar 3,5%.

Dalam area kontrol emisi yang ditentukan, batasannya sudah lebih ketat (0,10%). Batas baru ini diwajibkan setelah amandemen Lampiran VI Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal (MARPOL).

Sementara, di tingkat nasional pengaturan tersebut dituangkan dalam SE Nomor 35 tahun 2019 Dirjen Hubla Kemenhub tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur, dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar Yang Tidak Memenuhi Persyaratan Serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang Dari Kapal.

"Dalam SE Nomor 35 tahun 2019, tertuang bahwa kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur dengan nilai maksimal 0,5 % m/m," kata Deputi Basilio dalam keterangan tertulis, Selasa (9/11).

Selain untuk mendukung Decarbonizing Shipping and Port, Basilio menilai bahwa mendorong kapal-kapal agar menggunakan Low Sulphur Marine Fuel Oil (LS MFO) juga dapat menambah pendapatan untuk negara. Terutama jika Indonesia dapat menjual LS MFO pada kapal yang melintas.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan, diketahui sekitar 90.000 kapal melewati Selat Malaka setiap tahunnya. Sedangkan sekitar 53.068 kapal melewati Selat Sunda setiap tahunnya, dan sekitar 36.773 kapal melewati Selat Lombok setiap tahunnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...