Menanti Besaran Alokasi Pengembangan EBT dari Penerimaan Pajak Karbon

Happy Fajrian
17 November 2021, 14:41
pajak karbon, emisi karbon, ebt, energi baru terbarukan
ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Foto udara cerobong di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Desa Sijantang, Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, Kamis (17/10/2019).

Komisi VII DPR meminta agar sebagian besar dari hasil penerimaan pajak karbon yang akan berlaku mulai April 2022 dialokasikan untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS Diah Nurwitasari mengatakan bahwa pendapatan negara dari pajak karbon harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Advertisement

"Saya setuju bahwa pendapatan dari pajak karbon ini harus paling tidak sebagian besarnya harus diinvestasikan kembali untuk pengembangan energi baru terbarukan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (17/11).

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan pengenaan pajak karbon US$ 1 dolar per ton, pendapatan negara akan bertambah Rp 76,49 miliar. Namun BPP tenaga listrik naik menjadi Rp 76,49 miliar.

Naiknya BPP listrik kemudian berdampak pada penambahan subsidi listrik sebesar Rp 20,46 miliar dengan kompensasi sebesar Rp 61,38 miliar sehingga totalnya menjadi Rp 81,84 miliar. Dengan potensi tersebut, harus ada transparansi kebijakan dari segala upaya pemerintah dalam menghadirkan program tersebut.

Pada penerapan pajak karbon, pemerintah baru akan mengenakan pungutan ke operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara. Artinya, tidak langsung ke banyak sektor yang menghasilkan karbon.

Rencananya, tarif pajaknya sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) mulai 1 April 2022. Pajak akan dipungut apabila jumlah emisi yang dihasilkan melebihi batas emisi (cap) yang telah ditetapkan.

Sementata itu, Anggota Komisi VII DPR RI Arkanata Akram menekankan perlu ada kajian mendalam serta penerangan lebih lanjut terkait fungsi dan alokasi dana dari pajak karbon. Dia juga sepakat jika pajak karbon seharusnya digunakan untuk meningkatkan penggunaan EBT di Indonesia.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menambahkan bahwa pajak karbon itu bukan pendapatan negara, namun nantinya akan dikembalikan lagi untuk mengatasi sejumlah permasalahan lingkungan.

Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa catatan yang perlu digaris bawahi soal mekanisme pajak karbon. Misalnya, hanya dengan membayar pajak karbon, perusahaan merasa telah andil dalam pengurangan emisi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement