Pasokan Listrik Berlebih, Ini Strategi PLN Capai Target Bauran EBT 23%
Upaya PLN dalam mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang cukup berat. Sebab, saat ini perusahaan setrum pelat merah ini tengah mengalami kelebihan pasokan atau over supply listrik.
EVP Electricity System Planning PLN Edwin Nugraha Putra mengatakan dominasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga kini masih cukup besar. Apalagi ditambah dengan beroperasinya beberapa PLTU yang ada dalam program pembangkit listrik sebesar 35 gigawatt (GW) mendatang.
Di pulau Jawa sendiri misalnya, dalam tiga hingga empat tahun ke depan, PLTU yang masuk ke dalam sistem diperkirakan akan mencapai 13 GW. Padahal dengan kondisi normal saat ini, cadangan listrik telah mencapai 30% hingga 40%.
"Nah bagaimana cara kita mencapai 23% 2025 dalam kondisi over supply. Ada beberapa hal yang akan dilakukan PLN," ujarnya dalam diskusi Indonesia menuju Net Zero Emission 2060, Rabu (8/12).
Pertama, yakni kesuksesan pembangunan pembangkit EBT yang ada di dalam program 35 GW. Diantaranya dengan mempercepat pembangunan PLTP sebesar 1,4 GW dan PLTS sebesar 4,2 GW pada 2025 mendatang. "Sehingga dapat beroperasi pada 2025," ujarnya.
Kedua, mengimplementasikan program co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara pada PLTU. Setidaknya 10-20% bahan bakar batu bara akan digantikan dengan biomassa. "Dengan mengubah ini kita seolah-olah memiliki pembangkit 2.700 MW terbarukan yang menghasilkan bauran energi 3-6% ini inisiasi kita kedua," katanya.
Ketiga, Kemudian strategi berikutnya yakni program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit EBT. Meskipun digantikan dengan PLTS atap dengan baterai yang dinilai saat ini masih cukup mahal, namun komponen ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan diesel.
Namun ketiga upaya tersebut rupanya masih belum cukup dalam mencapai target 23% di 2025 mendatang. Sehingga PLN akan mengintroduce pembangkit baru seperti PLTS atap untuk masuk ke grid perusahaan dengan kapasitas sebesar 4,7 GW dan untuk PLTA sebesar 0,6 GW. "Ini lah insentif yang dilakukan PLN untuk mencapai 23% ebt walaupun dalam kondisi over supply," katanya.
Mantan Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini sebelumnya mengatakan dari program 35.000 MW yang saat ini masih dalam proses pembangunan, setidaknya 2.000 MW berasal dari pembangkit EBT.
Sedangkan, sisanya dari proyek tersebut berasal dari pembangkit non EBT. Untuk itu, setelah program pembangunan mega proyek ini selesai, maka penambahan energi listrik oleh PLN yang akan datang hanya akan bertumpu pada pembangkit EBT.
"Jadi komitmen PLN adalah setelah 35.000 MW selesai. Kami akan menambahkan sistem kelistrikan Indonesia hanya EBT," ujar Zulkifli beberapa waktu lalu yang kini telah digantikan oleh Darmawan Prasodjo.
Menurutnya seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, tarif listrik dari pembangkit EBT pun semakin murah. Tarif listrik pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), misalnya, sebelumnya di di atas US$ 10 sen per kWh saat ini telah turun menjadi US$ 5 sen per kWh.
Meski demikian, dia mengingatkan jika sifat sumber energi PLTS adalah intermitten, alias tidak tersedia terus-menerus selama 24 jam. Sehingga dibutuhkan baterai serta pembangkit lain sebagai base load atau pendukung.
"Jadi ke depan PLTS plus baterai itu merupakan sebuah solusi. Tetapi PLTS saja akan sulit karena dia empat jam sehari. PLTS ditambah baterai dan PLTS ditambah base load," ujarnya.