Mitsubishi Tuding PLN Persulit Pelanggan Industri Pasang PLTS Atap
PLN dituding mempersulit proses pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap pelanggan industri. Hal ini diungkapkan oleh PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI) yang menemui hambatan dalam memasang pembangkit listrik energi terbarukan tersebut di pabriknya.
Corporate Strategy General Manager Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia, Diantoro Dendi bercerita bahwa pihaknya mengajukan permohonan pemasangan PLTS atap pada April 2021 dengan memenuhi berbagai persyaratan dan aspek teknis yang diminta PLN.
Permohonan tersebut baru direspons PLN sembilan bulan kemudian yakni pada 26 Januari 2022, dan dengan tambahan persyaratan/permintaan yang bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.
"Sampai hari ini kami belum menjawab draf proposal dari PLN, sampai kami mendapat kejelasan. Belum terjadi titik temu," kata dia dalam Media Briefing Asosiasi Energi Surya Indonesia, Selasa (15/2).
Diantoro membeberkan beberapa persyaratan tambahan dari PLN tersebut di antaranya kapasitas maksimal PLTS atap untuk Mitsubishi hanya sebesar 1,75 megawatt peak (MWp). Sementara jika mengacu pada Permen PLTS atap, pelanggan dapat memasang hingga 100% kapasitas sambungan ke PLN.
Kemudian PLN juga meminta pengoperasian PLTS atap dibatasi pada hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional. Dalam aturan terbaru juga tidak mengatur pembatasan operasional PLTS atap.
Terakhir, PLN juga meminta tarif ekspor impor listrik dari unit PLTS atap Mitsubishi hanya sebesar 65%. Padahal dalam aturan baru tarif ekspor impor PLTS atap ditetapkan 100% yang dapat diperhitungkan untuk mengurangi tagihan listrik dari PLN.
Katadata.co.id coba mengkonfirmasi permasalahan ini ke PLN. Namun Vice President Komunikasi Korporat PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan tidak dapat menjawabnya saat ini. "Saya coba konfirmasikan dulu ya," ujarnya melalui pesan singkat.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mencatat sepanjang 2021, anggotanya melaporkan kendala mendapatkan perizinan penyambungan PLTS atap untuk klien C&l.
Setidaknya terdapat 14 pengaduan yang masuk pada periode November-Desember 2021. Adapun pengaduan terbesar berasal dari Jawa Barat. "Dari laporan yang diterima, terdapat tiga yang menjadi masalah," kata Fabby.
Pertama, adanya permintaan dokumentasi atau kajian tambahan saat pengajuan perizinan. Kedua, proses perizinan cukup lama, lebih dari 15 hari. Ketiga, permohonan izin melalui OSS mengharuskan pemohon untuk memiliki KBLI tertentu.
"Jadi ada masalah kekacauan yang kita lihat di Jabar. Sepertinya Dinas Jabar kurang paham regulasi dan gubernur nya kurang melihat lebih dalam ada persoalan ini," kata dia.
Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM, M. Pradana Indraputra menyadari bahwa masih terdapat permasalahan dan hambatan di lapangan. Terutama terkait implementasi aturan Permen PLTS Atap.
Karena itu, pihaknya akan mendiskusikan hal tersebut lebih lanjut. "Jadi mungkin kita bisa lakukan komunikasi khusus perizinan mengenai panel surya bagi beberapa daerah yang menurut AESI penting. Sehingga kita bisa virtual meeting, dialog untuk menjembatani," kata dia.