Gaet CATL dan LG, IBC Beberkan Rencana Pengembangan Pabrik Baterai
PT Indonesia Battery Corporation (IBC) menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Cina, Contemporary Amperex Technology (CATL) untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik senilai US$5,97 miliar atau Rp 85,77 triliun. Selain CATL, IBC juga menggandeng perusahaan baterai asal Korea Selatan, LG Energy Solutions (LGS).
Direktur Utama (Dirut) IBC Toto Nugroho mengatakan bahwa saat ini pemerintah melalui IBC dan PT Aneka Tambang (ANTAM) sudah masuk dalam tahap diskusi lebih lanjut dengan perusahaan asal Negeri Gingseng tersebut.
“Saat ini juga LGS ini dari Korea Selatan. Antam dan IBC bermitra dengan CATL dan LGS,” kata Toto dalam Mining Zone, Rabu (11/5).
CATL dan LG Solutions merupakan dua perusahaan beterai kendaraan listrik terbesar di dunia. Pada 2021 CATL mampu mencatatkan penjualan sebesar US$ 7 miliar atau sekitar Rp 101,7 triliun.
“CATL menguasai 80% pasar kendaraan listrik di Cina. Dari 3 pasar besar di Eropa, Cina, dan Amerika, CATL penguasaan pasar mereka nomor 1 di dunia dari aspek produksi dan market share di Cina. Sementara LG ini terbesar nomor dua di dunia,” sambung Toto.
Melirik potensi bisnis baterai di dalam negeri, Toto memprediksi, di tahun 2030 akan ada permintaan baterai sebesar 40 gigawatt jam (GWh) yang terdiri dari 500.000 kendaraan mobil listrik dan 3,5 juta hingga 4 juta unit kendaraan listrik roda dua.
Selain diperuntukkan untuk kendaraan listrik, produksi baterai juga akan difungsikan sebagai penyimpanan energi untuk PLN. "Untuk menyerap dari energi terbarukan sekitar 3 GWH. dan sisanya diekspor ke tiga pasar utama di Eropa, Amerika Serikat dan Cina," sambung Toto.
Toto menjelaskan, saat ini, penjualan mobil listrik di tanah air masih sekitar 800-an unit dan 12.000 unit motor listik. Jumlah ini tak seberapa jika dibandingkan dengan penjualan mobil berbasis BBM yang menyentuh 1 juta unit per tahun dan 6 juta unit motor per tahun.
Ia menilai, ke depan, salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan ekosistem ramah kendaraan listrik adalah menyiapkan infrastruktur stasiun pengisian daya baterai dan menurunkan harga jual baterai yang harganya masih mahal.
“Karena 30% biaya dari kendaraan listrik ini ada di baterai, dan jika kita bisa suplai baterai tentunya dengan harga yang lebih baik maka harga kendaraan listrik akan turun,” ujarnya.
Selain itu diperlukan juga regulasi yang mendukung adanya pengadaan kendaraan listrik, seperti meniadakan aturan ganjil-genap di Jakarta bagai pengendara mobil listrik. “Baterai aspek penting dan regulasi akan mengubah pola pikir masyarakat agar bisa menerima kendaraan listrik dalam kesehariannya,” ucap Toto.
Sementara itu, Dirut Antam, Nico Kanter, mengatakan kerja sama pengembangan baterai dengan sejumlah perusahaan asing dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain baterai di dunia sekaligus menjadi pionir percepatan ekosistem kendaraan listrik.
“Dan tentunya akan berdampak pada pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” harap Nico.
Nico melanjutkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri baterai karena memiliki sumber daya nikel yang melimpah. Ia mengklaim, Indonesia berkontribusi pada 30% pasokan nikel dunia dengan cadangan sebesar 21 juta ton nikel. Simak databoks berikut:
Sementara di internal ANTAM, Nikel menjadi kontributor penjualan tersebesar nomor dua pada tahun 2021 dengan penjualan 28% dari total produk ANTAM. Jumlah ini hanya berada satu tingkat di bawah penjualan emas sebagai kontributor utama dalam penjualan produk ANTAM.
"Selain industri stainless steel, bisa juga diproses menjadi bahan baku baterai untuk kendaraan listrik. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mejadi pemain dominan dalam pemasok nikel global," tukas Nico.